Hadis Harian 4: Empat Tanda Meraih Kebaikan Dunia dan Akhirat


           
Dari Ibnu Abbas r.a., Nabi saw. bersabda, "Ada empat tanda, siapa saja yang diberikan empat tanda tersebut berarti ia dikarunia kebaikan dunia dan akhirat: (1) hati yang senantisa bersyukur, (2) lisan yang selalu berdzikir, (3) badan yang senantiasa bersabar menghadapi ujian, dan (4) istri yang tidak berkhianat terhadap dirinya maupun harta suaminya.” (H.R. Thabrani).

Penjelasan Hadis
            Hadis ini menjelaskan 4 (empat) tanda memperoleh kebaikan dunia dan akhirat. Tiga dari empat tanda tersebut terdapat dalam diri kita yaitu hati, lisan, dan tubuh. Hal ini menunjukkan sinkronisasi dan harmonisasi hati, lisan dan anggota tubuh dalam menghasilkan perkataan maupun perbuatan yang berorientasi kepada ketaatan. Lalu diperkuat dengan keberadaan pasangan yang memiliki orientasi yang sama dalam

ketaatan.

Tanda Pertama: Hati yang Bersyukur
            Kalimat “hati yang senantisa bersyukur” bermakna suasana hati yang istiqomah dalam syukur baik dalam senang maupun sedih, tertimpa nikmat maupun musibah, sehat maupun sakit dan lain sebagainya. Kata “syakiron” dalam bentuk fa’il menunjukkan arti konsistensi dalam bersyukur. Syukur adalah sifat yang dimiliki oleh para nabi dan rasul serta para kekasih Allah SWT yang terus hidup dalam limbangan syukur meski harus menghadapi berbagai tantangan dan cobaan namun tetap dalam ketaatan. Para nabi dan rasul merupakan hamba Allah yang paling berat ujian dan tantangan hidupnya, namun meski tubuh menderita, kaki tak mampu berjalan, tangan tak mampu menggenggam, namun hati mereka tetap bersyukur mengingat dan memuji Allah SWT. Namun berapa banyak manusia yang diberikan limpahan fasilitas kemewahan, berpenampilan rapih, berperawakan kuat, namun hati mereka kosong dari mengingat pemberi nikmat.

Bersyukur dengan hati yaitu meyakini bahwa seluruh nikmat bersumber dari Allah SWT serta menyakini nikmat-Nya selalu melekat dalam diri dan jiwa. Allah berfirman:

“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah, kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” (Qs. An-Nahl: 53)

Setidaknya ada 4 (empat) tugas hati dalam bersyukur:

1. Mengakui dan meyakini bahwa Allah SWT adalah sumber segala nikmat, meskipun nikmat tersebut diperoleh melalui saudara, hasil usaha, bekerja, atau lainnya, semuanya itu hanyalah wasilah mendapatkan nikmat.

2.Mengakui iman dan Islam sebagai nikmat yang harus disyukuri meskipun menghadapi berbagai ujian kehidupan.

3. Mengarahkan anggota tubuh untuk mengimplementasikan rasa syukur dalam bentuk ketaatan.

4. Menyakini adanya kebaikan dibalik setiap musibah. Jika dalam musibah kita mampu menyelipkan syukur, maka musibah tersebut direspon dengan penuh kenikmatan dan kesabaran.

Tanda Kedua: Lisan yang Berdzikir
            Kalimat “lisan yang selalu berdzikir “bermakna istiqomah dalam mensyukuri nikmat lisan dengan melafalkan kalimat-kalimat dzikir, atau kalimat-kalimat yang baik dan mulia. Lawan kata “lisan yang selalu berdzikir” adalah lisan yang lalai dari ingat Allah, lisan yang mengeluarkan perkataan kotor, dusta, cacian, dan lain sebagainya. Memiliki lisan yang selalu berkata baik dan jujur, lisan digunakan tilawah Al Qur’an, berdzikir, dan perkataan mulia lainnya merupakan anugerah besar dari Allah. Inilah lisan yang menuntun pemiliknya kepada kebaikan dan surga. Sebaliknya lisan yang lalai dari ingat Allah akan menuntun pemiliknya kepada kejahatan, kehinaan, dan siksa neraka. Rasulullah SAW memerintahkan agar lisan senantiasa berdzikir kepada Allah SWT Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dari Abdullah bin Busrin RA:

“Bahwasanya orang Arab (badui) bertanya kepada Rasulullah SAW, “Sesungguhnya syari’at Islam amat banyak bagiku. Perintahkanlah padaku suatu amalan yang bisa aku pegang selalu.” Beliau menjawab, “Hendaklah lisanmu selalu basah untuk berdzikir pada Allah.” (HR. Tirmidzin dan Ibnu Majah, dan dishahikan oleh Al Albani).


Hadis ini menunjukkan perintah untuk merutinkan dzikir. Dzikir adalah bentuk ketaatan yang mudah dilakukan, namun berat di timbangan. Oleh karenanya, Rasulullah mendorong kita untuk terus berdzikir serta mengajarkan kalimat-kalimat dzikir seperti shalawat, tasbiih, tahmiid, kalimat tauhid, asma’ul husna, tilawah Al Qur’an dan lain sebagainya.

Tanda Ketiga: Badan yang Selalu Bersabar
            Kalimat “badan yang selalu bersabar menghadapi ujian” adalah salah satu bentuk sabar yang bermakna mampu menguasai diri dalam menghadapi segala ujian hidup dan kehidupan. Sabar adalah salah satu cabang keimanan, dimana orang yang tidak memiliki kesabaran menunjukkan lemahnya iman. Dalam jiwa manusia terdapat dua kekuatan, yaitu kekuatan untuk maju (progresif) dan kekuatan untuk bertahan (defensif).  Hakekat sabar adalah akumulasi kekuatan progresif dan defensif yang mampu menahan diri dari hal-hal yang membahayakan.

Dalam Al Qur’an, kesabaran harus dipadukan dengan ketakwaan yang menghasilkan sikap menerima ujian atau musibah serta mampu mengarahkan kesabaran kepada perbuatan positif. Sabar dan takwa menjadi benteng dari bahaya musibah yang bisa mengantarkan seseorang kepada kekufuran.

''...jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.'' (QS Ali Imran [3]: 200).

Demikian pula dengan pandemi Covid-19 yang telah menyebar di seluruh provinsi di Indonesia harus disikapi tidak hanya dengan sabar, tetapi juga shalat atau ibadah. Sebagaimana firman Allah SWT:

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Qs. Al Baqarah: 153)

Pandemi Covid-19 benar-benar menguji pembuktian keimanan kepada Allah SWT Dzat Yang Mengatur alam semesta. Jika ujian ini disikapi dengan kesabaran dan ketundukan kepada Allah SWT niscaya kita meraih kemenangan dunia dan akhirat. Tidak ada tujuan kita dari pandemi Covid-19 selain ridho Allah SWT. Untuk itu kita harus menghadapi ujian ini dengan Sabar dan Shalat. Sabar dimaknai sebagai kemampuan untuk menerima, mengolah, dan menyikapi kenyataan. Selama bulan Ramadhan ini, kita menjalankan sunnah di saat wabah yaitu menjadikan rumah sebagai pusat aktivitas ibadah, bekerja, dan belajar. Rangkaian ibadah Ramadhan seperti shalat Taraweh, buka puasa bersama, dan tadarus Al Qur’an dilakukan di rumah bersama anggota inti keluarga. Kita bukanlah sedang meninggalkan masjid/mushalla, tetapi menjalankan sunnah di saat wabah yaitu tetap di rumah sebagaimana Hadis Rasulullah SAW:

Janganlah yang sakit bercampurbaur dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Tanda Keempat: Istri yang Tidak Berkhianat
            Kalimat“istri yang tidak berkhianat terhadap dirinya maupun harta suaminya” bermakna istri yang memiliki sifat kepercayaan (amanah) baik ketika di dalam maupun di luar rumah. Di rumah, ia menjaga amanah mengurus urusan rumah tangga, melayani suami dengan baik, menyayangi dan mendidik anak-anak dengan baik.

Di luar rumah, ia menjadi pakaian bagi suami dan keluarga yaitu menjaga amanah dengan tidak membicara aib keluarga dan suami kepada orang lain. Secara umum, istri yang tidak berkhianat adalah istri yang salehah sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 34, yang artinya:

“...sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).“

Dalam Hadis, Rasulullah SAW menguraikan ciri wanita yang salehah yaitu,

Wanita (istri) terbaik adalah istri yang jika kamu melihatnya, kamu merasa bahagia; jika kamu memerintahnya, ia taat kepadamu; dan jika kamu sedang tidak ada di hadapannya, ia menjagamu di dalam hatinya dan di dalam hartamu.” (H.R. ath-Thayalisi).
Demikian semoga bermanfaat.

H. Subhan Nur, Lc, M.Ag

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama