Pernikahan
Dalam Kepalsuan
Oleh
: Syafaat
Suara
merdu nyanyian rindu nada dering telepon terdengar sayup, sore menjelang pulang
kantor. Sudah tidak ada tamu yang harus dilayani, hanya membereskan kertas
kerja agar terlihat rapi. Kuangkat telepon dari nomor tak dikenal, dengan suara
lembut seorang perempuan dari seberang menyapa, seakan sudah kenal lama, dan
sepertinya kukenal suara tersebut., meskipun suaranya tak terdengar manja, sambil
mengingatnya siapa pemilik suara merdu sayu tersebut, terus kulayani penelpon
tersebut hingga memastikan bahwa itu suara Mbak Ira, perempuan paroh baya yang
pernah kukenal dekat dengannya.
“Sungguh
berat pengorbanan orang tua yang mempunyai anak perempuan, dia merawatnya sejak
kecil dengan penuh cinta, dan setelah dewasa dengan akad nikah yang berlangsung
beberapa menit, anak perempuan tersebut berpindah hak kepada suaminya yang
belum tentu bahagia” ungkap Mabk Ira
dalam pembicaraannya. Kucoba menerka apa yang sedang dihadapinya tanpa harus
bertanya langsung tentang rumah tangganya dan belum ada tanda tanda diberikan
keturunan meski sudah dua tahun mengarungi rumah tangga. Mungkin karena menikah
diusia yang tidak lagi ideal untuk mempunyai keturunan yang menjadi
penyebabnya, ataukah sebab lain yang jika disampaikan menjadi aib ?.
Aku
mengenal suaminya yang usianya sebaya denganku, padahal anakku yang pertama
sudah hampir sarjana, dia baru menikah dengan Mbak Ira dua tahun yang lalu.
Menurut teman temannya suami Mbak Ira dulunya sangat tidak tertarik dengan
lawan jenis, semua teman teman akrabnya berjenis kelamin yang sama. Meskipun
terbersit pikiran dan pertanyaan mengapa lelaki gagah dan kaya tersebut belum
menikah hingga usia tua, aku
berprasangka baik bahwa memang belum bertemu jodohnya.
Tak
berapa lama Mbak Ira sudah muncul di hadapanku, nampaknya dia memang berniat
dapat ke ruanganku. Seorang rekan kerja masih setia menunggu, mungkin dia tahu
bahwa tak elok ada tamu perempuan dan hanya dilayani seorang staf ganteng,
meski mereka sudah saling mengenal. Mbak Ira terus bercerita tentang inti
permasalahan dalam keluarganya. Dia termasuk Isteri yang baik yang selalu
menjaga rahasia keluarga, rahasia kekurangan suaminya. Kalaupun dia bercerit
kepadaku, disamping sebagai sahabat dekatnya, namun kapasitasku sebagai orang
KUA yang memang pekerjaannya sebagai salah satu Team Penasehat BP.4 yang memang
harus bersedia menerima curhatan rumah tangga, dan menjadi sebuah komitmen dari
konsuler untuk menjaga rahasianya.
Mbak
Ira menyampaikan bahwa perkawinan yang dilangsungkannya tak usahnya seperti
Pernikahan dalam Kepalsuan, dimana dirinya belum benar benar merasakan
statusnya sebagai seorang istri yang dibelai oleh suami. Apalagi untuk
menaikkan status sebagai Ibu dari anak anaknya, dimana hal tersebut merupakan
salah satu kodrat dri seorang perempua untuk hamil dan melahirkan. Sesak yang
dipikirkannya dengan perasan bingung harus menyampaikan permasalahan pelik dan
sangat rahasia ini kepada siapa.
Salah
satu tujuan perkawinan adalah mengembangkan keturunan, dimana tujuan ini juga
ada pada semua makhluk hidup di dunia, dan selain manusia, tujuan ini menjadi
yang utama. Bahkan mungkin bisa jadi
sebagai tujuan satu satunya. Hal ini berbeda dengan tujuan perkawinan bagi
Manusia, dimana mengembangkan keturunan bukalah satu satunya tujuan dari
perkawinan tersebut. Sebagaimana bunyi pasal 1 ayat (1) Undang undang Nomor 1
Tahun 1974 bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin atara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal”. Karenanya dalam Agama Islam sebuah perkawinan bukan
hanya sekedar ikatan keperdtaan saja, namun juga ikatan jika dengan ruh nilai
nilai Agama didalamnya.
Tidak
salah jika Mbak Ira menyampaikan uneg unegnya kepada Team BP.4 menurutnya
Tuntutan dari orang tua suaminya yang menginginkan segera puya keturunan dengan
sedikit kecurigaan bahwa dia mendapatkan menantu perempuan mandul tidklah
berlebihan, karena hanya melihat sesuatu yang dapat terlihat, dan yang
dilakukan Mbak Ira dengan tidak menyamaikan kondisi yang sebenarnya dari
suaminya merupakan suatu yang harus dilakukan bagi seorang istri, dimana dalam
sebuah hadis disampaikan bahwa Suami merupakan pakaian dari istri, sedangkan
istri merupakan pakaian dari suami, karenanya mereka harus saling melindungi
rahasia masing masing, sehingga nama baik masih tetap terjaga.
Sungguh
berat kondisi yang harus dilalui dari rumah tangga dengan kasus yang demikian,
terlebih bagi pasangan yang masih usia produktif dimana mesih membutuhkan
penyaluran hasrat biologis disamping media mengembangkan keturunan, karenanya
ketika ada permasalahan tersebut perlu adanya pendekatan psikologis disamping
medis sebelum menentukan langkah paling ahir dari sebuah perbuatan yang
dihalalkan tetapi dibenci oleh sang pencipta.
Banyak
pernikahan dengan permasalahn yang rellatif sama dengan kejadian tersebu, bagi
yang usianya sudah relatif tua, terlebih bagi pasangan yang sebemnya sudah
mempunyai keturunan, ketika melakukan pernikahan yang kedua maupun ketiga dan
seterusnya mereka tidak diberikan keturunan, sebagian besar diantarnya banyak
yang mempertahankannya, begitu juga yang memunyai permasalahan tersebut menikah
untuk pertam kalinya, banyak diantaranya memilih setia dan menganggap tidak
adanya keturunan merupakan takdir yang harus ditanggng bersama.
Tidak
demikian dengan pasangan yang mengalami disfungsi seksual, dimana sangat iarang
bertahan jika pasangan tersebut adalah pasangan yang masih dalam masa
produktif. Namun bagi pasangan yang sudah tidk produktif atau bukan perkawinan
yang pertama, sedangkan pada perkawinan sebelumnya sudah diberikan keturunan,
banyak pasangan yang seperti ini yang mempertahankan rumah tangganya. Ada beberapa
pertimbangan bagi mereka untuk mempertahankan perkawinannya, setidaknya ada
teman untuk mengarungi bahtera kehidupan meskiun mereka tidak menikmati
hubungan sebagaimana layaknya hubungan untuk mengembangkan keturunan.
Tags:
Artikel Pilihan