Pahlawanku
Sepanjang Masa
Oleh
: Sunarto
Tema peringatan hari pahlawan dimasa pandemi tahun ini adalah “Pahlawanku Sepanjang masa”, tema ini dapat dipahami bahwa makna “paklawan” bisa dari berbagai pengertian. Di Era sekarang kepahlawanan bukan berarti mereka yang secara fisik mempertaruhkan jiwa raganya melawan para penjajah, yang memperjuangkan dan mengantarkan dan mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepahlawanan bisa dipahami dari berbagai pengertian. Mereka adalah sosok panutan yang dapat membawa perubahan serta memberikan kontribusi positif dalam berbagai sisi, dari segi ekonomi, sosial budaya, seni, politik bahkan pariwisata dengan lingkup lokal hingga internasional.
10 November ditetapkan sebagai Hari pahlawan berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 15 tetang Hari Hari Nasional yang ditanda
tangani Presiden Soekarno untuk memperingati peristiwa 10 November 1945 di Kota
Surabaya, pertempuran arek arek Surabaya yang sebagian besar kaum santri,
pejuang atas dawuh dan petuah para kiai dalam Resolusi Jihad. Arek arek Surabaya
diantaranya dipelopori oleh Bung Tomo dan bantuan dari para penduduk melawan Netherlands-Indies
Civil Administration (NICA) yang
pada awalnya adalah Pemerintahan Sipil Hindia Belanda yang bertugas
mengembalikan pemerintahan sipil dan hukum pemerintah kolonial Hindia Belanda
selepas kapitulasi pasukan pendudukan Jepang di wilayah Hindia Belanda) seusai
Perang Dunia II atau Perang pasifik.
Di era digital, terlebih saat pandemi covid-19,
banyak bermunculan sosok dengan ide, karya, dan kontribusi yang sangat
dibutuhkan dan bermanfaat, tidak hanya untuk dirinya sendiri, namun juga untuk
masyarakat sekitarnya, lingkup regional, nasional dan bahkan internasional. Dalam
persaingan digital saat ini tidak dapat dilakukan hanya dengan diam dan
menerima sebagai konsumen digital saja, namun harus berbuat dan bertindak
dengan menyesuaikan diri agar mampu bersaing secara global.
Covid-19 telah merubah semakin cepat kehidupan
manusia terhadap ketergantungan dengan dunia virtual, tidak terkecuali dalam layanan
administrasi di pemerintahan, salah satunya tentang administrasi layanan
pencatatan pernikahan pada KUA Kecamatan yang dilakukan secara digital,
masyarakat dapat mendaftar secara virtual rencana pelaksanaan pernikahannya,
sehingga layanan akan semakin cepat, ditengah hambatan pandemi vovid-19 yang
mengharuskan untuk menjaga jarak atau social distancing. Begitu juga dengan
pesta pernikahan dan tradisi lain dalam pernikahan yang harus disesuaikan
dengan kondisi New Normal. Kerelaan mengikuti protokol kesehatan di berbagai
kegiatan tersebut merupakan salah satu bentuk keteladanan terhadap nilai-nilai kepahlawanan
yang saat ini dapat dilakukan.
Kepahlawanan saat ini tentunya dapat dilihat dari suatu perubahan dan perkembangan
peradaban. Generasi sekarang tidak lagi berhadapan dengan musuh yang sama
dengan peristiwa 10 November 1945 di Kota Surabaya. Musuh generasi sekarang
adalah persoalan keadilan dan kesejahteraan yang belum bisa dinikmati secara
merata oleh masyarakat Indonesia. Generasi milenial, kini memiliki pekerjaan rumah yang berat yaitu
menjadikan negara yang kuat dan punya daya saing yang baik untuk berhadapan
dengan negara-negara lainnya di Indonesia. Terlebih dalam kondisi pandemi saat
ini dimana pembelajaran dilakukann secara online yang memberikan tantangan
berat bagi pelaksananya. Dunia maya yang dapat diakses dalam genggaman tersebut
bukan hanya berdampak positif saja, namun juga tidak sedkiti dampak negatif
yang dapat ditimbulkan dengan mengingat semua akses digital dapat dilakukan.
Bagi dunia pendidikan, pembelajaran jarah jauh yang dilakukan secara online
jauh berbeda dengan pembelajaran secara ofline dimana siswa berkumpul dalam
satu kelas yang dapat dipantau oleh guru. Dalam pembelajaran online, pada guru
dan siswa dalam tempat dan jaringan yang berbeda, sehingga para guru dan orang
tua tidak sepenuhnya dapat memantau kegiatan online yang dilakukan olah para siswa
maupun anak anaknya.
Pembekalan kepribadian dalam nilai nilai luhur budaya dan ajaran keagamaan
yang kuat perlu terus ditanamkan sejak dini agar generasi mileial dalam
kehidupan digital tetap terkendali dengan tidak meninggalkan nilai nilai agama.
Hal ini penting dengan mengingat pembelajaran agama dan etika terebut tidak
cukup diperoleh melalui media digital yang kadangkala tidak diketahui sumber
kebenarannya. Pembekalan pemahaman dan penerapan keagamaan yang kuat tersebut
harus tetap dipupuk di lingkungan keluarga, karenanya setiap pasangan yang akan
melakukan pernikahan selalu mendapatkan pembekalan (meskipun singkat0 melalui
Suscatin (Kursus Calon Manten) yang dilakukan pada KUA Kecamatan setelah
pendaftaran rencana pernikahan dilakukan.
Salah satu tugas pemerintah yang dilaksanakan Kantor Urusan Agama sesuai
Peraturan Menteri Agama Nomor 34 Tahun 2016 adalah memberikan Pelayanan bimbingan dan penerangan agama Islam yang dilakukan oleh Penyuluh Agama Islam sebagai salah satu jabatan
Fungsional tertentu dibawah KUA Kecamatan. Pemberian penyuluhan yang diberikan
melalui berbagai media tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya pemerintah dalam
menjaga dan membina moral dan kerukunan antar masyarakat. Ketegangan antaridentitas (suku, agama, ras,
golongan) sebagai salah satu musababnya karena warisan patologi pascakolonial
yang belum bisa disembuhkan sepenuhnya. Pembinaan dan penyuluhan melalui jalur
nonformal yang dilakukan pemerintah ( yang dalam hal ini Penyuluh Agama Islam
pada KUA Kecamatan) dengan melibatkan
para kiai kampung dalam majelis taklim tersebut dilakukan untuk menciptakan dan
menjaga kerukunan antar umat beragama.
Peran kiai memang sangat urgen dalam
masyarakat, sebagaimana pertempuran 10 November 1945 yang dipantik dari
Resolusi jihad 22 Oktober 1945 yang diperingati sebagai hari Santri Nasional. Para
kiai mempunyai kharisma sesuai dengan lingkup dan tingkatannya. Kepemimpinan
kharismatik kiai ini sudah umum dikenali masyarakat. Pengaruh kiai yang kuat
juga "dimanfaatkan" atau menjadi incaran para politisi baik pemilihan
ditingkat nasional maupun Pilkada (Pilgub maupun Pilbub/Pilwali) untuk mendulang suara. Berbagai taktik dan
strategi kampanye politik yang dijalankan partai politik biasanya tidak
melupakan akan arti penting peran kiai sebagai "vote getter" terdepan dalam mengumpulkan suara pemilih.
Penulis
adalah Kepala KUA Kecamatan Tegaldlimo