Pendewasaan Usia Nikah
Oleh : Sunarto
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) atau Pendewasaan Usia Nikah dalam kegiatan pendewasaan Remaja Usia Nikah (PRUN) maupun Pembinaan Pranikah Remaja Usia Sekolah (PPRUS) yang diselenggarakan Kementerian Agama merupakan upaya untuk meningkatkan usia perkawinan, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan setidak tidaknya sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu calon suami maupun isteri berusia minimal 19 tahun, dengan tujuan usia minimal ideal yaitu 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria. Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) bukan sekedar menunda sampai usia tertentu saja tetapi mengusahakan agar kehamilan pertamapun terjadi pada usia yang cukup dewasa. Bahkan harus diusahakan apabila seseorang gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka penundaan kehamilan anak pertama harus dilakukan. Dalam istilah Komunikasi dan Edukasi (KIE) disebut sebagai anjuran untuk mengubah bulan madu menjadi tahun madu.
Pendewasaan usia perkawinan merupakan bagian dari program
Keluarga Berencana Nasional. Program PUP memberikan dampak pada peningkatan
umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan Total Fertility Rate (TFR). Tujuan program pendewasaan usia
perkawinan adalah Memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar
didalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek
berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik, mental, emosional,
pendidikan, sosial, ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran. Tujuan
Pendewasaan usia perkawinan (PUP) seperti ini berimplikasi pada perlunya
peningkatan usia kawin yang lebih dewasa.
Perlunya
pendewasaan usia perkawinan ini dimaksudkan agar pasangan suami iosteri benar
benar siap menjadi orang tua, sehingga pernikahan akan dilakukan oleh pasangan
yang benar benar siap untuk melaksanakan kewajiban sebagai orang tua, yaitu
laki laki berusia minimal 25 tahun serta perempuan berusia minimal 20 tahun,
serta menghindari pernikahan pada usia yang terlalu tua karena tingkat perceraian
tinggi salah satunya banyak diakibatkan adanya
pasangan yang tidak hidup dalam satu rumah dan terpisah dengan waktu
yang relatif lama, baik salah satunya bekerja diluar negeri maupun diluar pulau
karena masalah ekonomi, hal ini disamping mengakibatkan keretakan dalam rumah
tangga, juga mengakibatkan terbengkalainya pendidikan pada anak dari akibat
tidak adanya salah satu atau kedua orang tua.
Undang-undang No. 16 Tahun 2019 tentang
Perubahan atas Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah
menaikkan usia minimal kawin perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Salah
satu pertimbangan perubahan usia tersebut, Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
mengatur bahwa seseorang berusia di bawah 18 tahun masuk kategori anak. Karena
itu, Undang-undang Perkawinan harus disinkronkan dengan Undang-undang
Perlindungan Anak dan diberlakukan sama usia perkawinan laki-laki dan
perempuan. Dengan
demikian, usia kawin perempuan dan laki-laki sama-sama 19 tahun. Meskipun
demikian dalam perundang undangan tersebut tidak menutup kemugkinan dalam
kondisi tertentu dapat dilaksanakan perkawinan dilaksanakan dengan usia dibawah
19 tahun dengan dispensasi dari Pengadilan. Menyikapi penaikan usia itu, Mahkamah
Agung menerbitkan Peraturan MA No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin pada 20 November 2019. Untuk calon mempelai
beragama Islam, permohonan dispensasi diajukan kepada pengadilan agama
sedangkan yang beragama selain Islam di pengadilan negeri.
Tugas berat PUP merupakan tugas bersama Kementerian maupun
Lembaga yang harus didukung oleh semua elemen, inti dari pendewasaan usia
perkawinan adalah pendewasaan dalam hubungan biologis, dan bukan sekedar
pendewasaan pendewasaan perkawinan maupun pendewasaan pencatatan perkawinan.
Hal ini perlu disadari agar para remaja tidak salah langkah dalam pergaulan
hidup bersama dengan tetap mengedepankan etika dan nilai nilai agama, sehingga
terhindar dari perkawinan dibawah umur ataupun perkawinan akibat keterpaksaan.
Pernikahan
dibawah umur masih saja terjadi dengan alasan terlanjur harus dinikahkan
(menurut orang tuanya akibat malu karena dianggap aib jika ada orang memounyai
anak sebelum menikah), sehingga yang bersangkutan terpaksa putus sekolah dan
mengajukan dispensasi ke Pengadilan. Hal ini dilakukan dengan mengingat usia
calon mempelai tersebut bagi perempuan kurang dari 19 tahun atau kadang calon
suami yang mengakibatkan putusnya sekolah kurang dari 19 tahun. Meskipun usia
tersebut saat ini bukan usia yang ideal untuk membentuk keluarga, namun
mudlorot yang timbul jika pernikahan ditunda juga tidak semakin ringan, meski
pasangan yang relatif sangat muda ini sangat rentan terjadi perceraian.
Peran
orang tua dalam pendewasaan Usia Perkawinan sangat diperlukan dengan mengingat
seharusnya orang tua menjadi orang yang paling dekat secara emosiaonal terhadap
anak anaknya, namun pada kenyataannya tidak sedikit anak anak yang enggan
berbagi masalah dengan orang tuanya, terlebih dengan adanya internet dan media
sosial yang mengakibatkan jarak emosional antara anak dan orang tua semakin
jauh. Salah satu penyebab adanya pernikahan dini adalah akibat penggunaan
tehnologi dan media sosial yang tidak bertanggung jawab.
Pendewasaan
Usia Perkawinan (PUP) sebagaimana semangat peerubahan usia minimal untuk
menikan dari 16 tahun menjadi 19 tahun tersebut agar terhindar istilah kecil kecil jadi manten, anak anak
menikmati dengan sungguh sungguh masa anak anak dan remaja dan tidak terbebani
dengan urusan rumah tangga akibat pernikahan yang dilakukan dimasa mereeka
seharusnya masih dalam tahap pencarian jati diri dan pendidikan. Dengan
mengingat kematangan emosional dalam berumah tangga sangat diperlukan, karena
hal ini sangat berdampak pada tingkat perkembangan anak anak yang lahir dari
perkawinan tersebut.
Penulis Kepala KUA Kecamatan
Tegaldlimo