Belajar Survive di Era Pandemi Covid-19

 

Belajar Survive di Era Pandemi Covid-19

Oleh : M. Rosyidin

Kepala KUA Kec. Kalipuro Kab. Banyuwangi

Hampir 1 tahun kita hidup "berdampingan" dengan Covid-19, seluruh aspek kehidupan kita berubah karena adanya pandemi ini. Kehadiran Covid-19 mengharuskan kita mengubah cara hidup yang biasa fisenut New Normal. Kontak fisik di antara manusia harus banyak dihindari. Kalaupun perlu bertemu secara langsung, harus dilakukan perubahan pola interaksi untuk menekan penyebaran virus berbahaya ini. Pembatasan mobilitas tersebut menyebabkan munculnya banyak persoalan penghidupan (livelihoods), yang tentu saja menuntut berbagai macam adaptasi, termasuk mengubah cara kita memandang dunia.


Covid-19 memaksa kita untuk melakukan perubahan sosial-budaya sebagai strategi untuk meminimalisasi kuantitas dan kualitas pandemi, mengatasi dampak buruk, serta mengembangkan kesempatan kesempatan baru yang muncul. bukan akhir segalanya Sebut saja namanya Purnomo tinggal di Banyuwangi, karena sudah tidak bekerja lagi sebagai side manager di rumah sakit swasta di Jakarta akibat covid19 maka, memutar otak untuk survive menghidupi keluarganya. "Berjualan" cara yang tepat. Barang jualannya pun bervariasi. Ada yanmahan seperti daster dan sejenisnya, sprei, baju bayi, hingga berbagai makanan dan minuman, bumbu-bumbu dapur, bahkan tanaman beserta bibit dan media tanamnya. Media untuk menawarkan barang dagangannya pun bermacam-macam. Market place seperti Shopee atau Tokopedia menjadi salah satu alternative.

Tak hanya itu, story di Whatsapp, Instagram story dan akun Instagram khusus jualan, tak ketinggalan Facebook dan Twitter juga jadi sasaran. Tak jarang, saya lebih sering melihat titipan jualan di tweet atau tread viral di Twitter daripada komentar yang berkaitan langsung dengan isi tweet atau tread itu sendiri. Tapi tak apa, namanya juga usaha. Contoh kedua, belajar dari seseorang yang bernama Rohimah, untuk terus bertahan disiituasi tidak menentu justru berinovasi membuka pembudidayaan Anggrek dengan melibatkan warga sekitar. Usaha travel yang selama ini digeluti Rohimah bersama keluarganya, jatuh terpuruk saat pandemi tiba. Yang biasanya melayani orderan wisata manca negara, kini usahanya berhenti. Mencoba sesuatu yang baru dengan budidaya anggrek karena melihat kondisi pandemi yang membuat orang harus banyak tinggal di rumah menjadikan berkebun sebagai salah satu cara orang untuk membunuh waktu luangnya.

Tinggal di lingkungan yang sejuk di kaki Gunung Raung, tepatnya di Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu,membududiyakan anggrek sangatlah tepat. Apalagi, Rohimah bersama keluarganya memiliki lahan yang luas di daerah tersebut. Maka, sejak Juni 2020 mulailah mereka melakukan usaha pembudidayaan. Berbagai jenis Anggrek mulai dikembangkan, seperti dendro, catleya, bulan, tanah dan panda. Juga dikembangkan budidaya anggrek hutan endemis Raung yang jumlahnya mencapai 27 spesies. Meskipun baru dimulai, namun sudah banyak konsumen yang tertarik dengan angrek-anggreknya. Ada yang membeli bibit hingga yang sudah berbunga. Mereka juga datang dari Lombok, Surabaya dan Jakarta. Dalam pembudidayaan ini, Rohimah memberdayakan warga sekitar lewat proses pembibitan. Warga dilibatkan untuk perawatan dan pembesaran bibit dalam pot, yang jumlahnya mencapai ribuan pot. “Kami menitipkan ke warga sekitar untuk pembesaran bibit, nanti kami berikan upah pembesarannya. Mereka juga kami beri kesempatan untuk ikut menjual tanaman anggrek yang ada disini,” terangnya.

Saat ini, dibantu laboratorium dari Malang untuk pengembangan varietas anggrek. Menurutnya, ini diperlukan, karena ked depan mereka tidak sekedar melakukan budidaya, namun tempat ini juga akan menjadi pusat edukasi anggrek yang bisa memberikan pengetahuan dan pelatihan budidaya. Ke depan Rohimah memiliki impian untuk menjadikan desanya sebagai kampung anggrek. Dimana setiap rumah bisa menjadi pembudidaya anggrek dan menjulanya kepada konsumen. Pandemi covid 19 tidak mebuatnya menyerah dengan keadaan. Justru mampu berinovasi melalui potensi yang dimilikinya hingga menjadi sumber ekonomi. Mudah mudahan muncul Rohimah dan Purnomo baru yang mampu beradaptasi dengan keadaan. Sangat inspiratif untuk ditiru oleh pelaku usaha lainnya yang terdampak pandemi. 'Our human compassion binds us the ne to the other. Not in pity or patronizingly, but as human beings who have learnt how to turn our common suffering into hope for the future - Nelson Mandela (Belas kasihan mengikat kita satu sama lain. Bukan rasa kasihan, tetapi sebagai manusia yang belajar bagaimana mengubah penderitaan menjadi harapan untuk hari esok).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama