BAPAK KANDUNG SEBAGAI WALI DALAM AKAD NIKAH BAPAK ANGKAT SEBAGAI WALI DALAM BUKU NIKAH

 

BAPAK KANDUNG SEBAGAI WALI DALAM AKAD NIKAH

BAPAK ANGKAT SEBAGAI WALI DALAM BUKU NIKAH

 


Disusun Oleh : H.Abdul Azis, S.Ag, M.PdI

( Sie Kajian Hukum dan Penelitian  APRI  Banyuwangi )

 

1.         PENDAHULUAN

Pencatatan perkawinan merupakan salah satu prinsip hukum perkawinan nasional yang bersumberkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam undang undang perkawinan bab 1, pasal 1 dinyatakan bahwa eksistensi prinsip dasar perkawinan adalah sah , apabila  dilakukan menurut  hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. pasal 1 ini dilanjutkan dengan pasal 2 dalam rangka menguatkan prinsip dasar perkawinan yaitu Tiap-tiap PERKAWINAN  dicatat menurut  peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal  1 dan pasal 2 ini sebagai rangkaian yang tidak terpisahkan, artinya ada peristiwa hukum, harus ada bukti hukum. Bukti hukum disini direkam dalam sebuah pencatatan sah, yaitu dalam rangka menegakkan peraturan perundang-undangan perkawinan di Indonesia.

Namun dalam praktiknya, kewajiban pencatatan yang dituangkan dalam pembuatan akta perkawinan menimbulkan makna hukum ambiguitas, karena kewajiban pencatatan dan pembuatan akta perkawinan bagi setiap perkawinan dianggap hanya sebagai kewajiban administratif belaka, bukan penentu kesahan suatu perkawinan, sehingga pencatatan perkawinan merupakan  hal  yang  tidak  terkait  dan  menentukan  kesahan  suatu  perkawinan. Anggapan ini telah terjadi  di salah satu KUA Kecamatan, dimana telah dilaksanakan;  bapak kandung bertindak sebagai wali dalam akad nikah, sementara bapak angkat sebagai wali dalam buku akta nikah. Dua hal yang berbeda, kenapa Hal ini dilakukan karena ada upaya mengesahkan pernikahannya menurut hukum islam, sedangkan pencatatan bapak angkat dalam buku akta nikah dianggap sebagai formalitas belaka. Padahal akta nikah adalah akta otentik sebagai bukti hukum dan menunjukkan adanya kepastian hukum.

PPN/Kepala KUA mencatat bukan berarti tidak punya alasan, alasannya karena seluruh persyaratan pokok pernikahan dan data kependudukan semua tertulis bapak angkat; akta kelahiran, ijazah dan Kartu Keluarga.  dalam perspektif yuridis FORMAL Bahwa apa yang dilakukan tersebut adalah tindakan illegal walaupun akad nikahnya sudah legal menurut hukum islam. tujuannya benar tetapi jalan yang ditempuh  Salah. Karena ada tindakan manipulatif terhadap data kependudukan. Ekses yang ditimbulkan juga  akan menentukan kesahan dalam pembagian warisan dan pengkaburan penasaban. Apabila hal ini terjadi, siapa yang bertanggung jawab?.  Maka kedudukan hukum pada setiap peristiwanya harus jelas dan pasti. peristiwa hukum akan menjadi sah jika bukti hukum sah juga, yakni akuratif  tidak manipulatif.

Siapapun yang berttindak manipultif maka akan berhadapan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Bagi PPN/Kepala KUA bisa dikenakan sanksi disiplin Pegawai Negeri sipil, sanksi administratif sampai kepada pemberhentian, bahkan  pidana.

 

2.         DISKRIPSI

BAPAK KANDUNG SEBAGAI WALI DALAM AKAD NIKAH

BAPAK ANGKAT SEBAGAI WALI DALAM BUKU NIKAH

Kalimatnya bersajak, biar indah dibaca dan indah didengar. Tetapi tak seindah yang dibayangkan. Ada  Dualisme kata yang sama tapi berbeda. Sama sama jadi wali. Tapi berbeda fungsi.  Yang pertama wali dalam akad nikah dan yang kedua wali dalam buku nikah. Bagaimana bisa terjadi…?

Singkat cerita ada calon pengantin mendaftar ke salah satu KUA Kecamatan  dengan membawa surat surat kelengkapan persyaratan nikah, diantaranya; Akta kelahiran, ijazah dan Kartu Keluarga, N1, N2, dan seterusnya. Setelah diperiksa oleh Penghulu  ternyata semua persyaratan tersebut tertulis Bapak angkat… ada sebagian KUA yang menolak, ada juga sebagian yang  menerima pendaftaran,   bahkan melanjutkan ke jenjang prosesi akad nikah dengan catatan Bapak kandung sebagai wali dalam akad nikah, Bapak angkat sebagai wali dalam buku nikah.

 

3.         PERTANYAAN

1.       Apa tindakan Petugas KUA terhadap kasus tersebut, ditolak apa diterima..?

2.       Calon pengantin memohon kepada petugas KUA agar kelengkapan persyaratan nikahnya tetap diterima dan memohon agar  dilaksanakan prosesi akad nikah dengan catatan Bapak kandung sebagai wali dalam akad nikah, Bapak angkat sebagai wali dalam buku nikah,.. Yang penting tidak melanggar syariat Islam, adapun pencatatan menurutnya  hanyalah formalitas belaka…. Maka dari itu memohon agar KUA mencatat bapak angkat dalam  buku nikahnya , karena Seluruh data kependudukan ; akta kelahiran, kartu keluarga dan ijazah sudah terlanjur tertulis bapak angkat. bagaimana Analisis Yuridis terhadap keabsahan pelaksanaan Bapak kandung sebagai wali dalam akad nikah, bapak angkat sebagai wali dalam buku nikah.

 

 

4.         JAWABAN

A.        Apa tindakan Petugas KUA terhadap kasus tersebut, ditolak apakah diterima..?

jawaban

1.    Harus ditolak,

karena ditemukan belum memenuhi  persyaratan pernikahan atau ditemukan adanya pelanggaran, misalnya

1.    kurang Umur,                                  ( UU 1/74, P 7, KHI, P 15 )

2.    mahrom nasab,                               ( UU 1/74, P 8, KHI, P 39 )

3.    Hubungan Mushoharoh,              ( UU 1/74, P 8, KHI, P 39 )

4.    Hubungan Rodo`ah,                      ( UU 1/74, P 8, KHI, P 39 )

5.    Terikat perkawinan dg orang lain, ( UU 1/74, P 9, KHI, P 40 )

6.    Dalam masa iddah,                   ( UU 1/74, P 11 KHI, P 40 )

7.    Mempunyai empat isteri sah,       

( UU 1/74, P 8, f,  KHI, P 42 )

8.    bekas isterinya yang ditalak tiga kali,

( UU 1/74, P 8, f  KHI, P 43 )

9.    tidak memenuhi rukun dan  syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan diantaranya

a.    wali yang tidak berhak, (UU 1/74, P 8, f , KHI, P 21 )

b.    wali yang belum memenuhi persyaratan,

(UU 1/74, P 8, e , KHI, P 20 )

c.    saksi saksi yang belum memenuhi persyaratan

(UU 1/74, P 8, e , KHI, P 25 )

 

Dasarnya adalah

1.     Pegawai pencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini meskipun tidak ada pencegahan perkawinan.

( undang undang no 1 tahun 1974, pasal 20 )

2.     Apabila ternyata dari hasil penelitian terdapat halangan perkawinan sebagai dimaksud Undang-undang dan atau belum dipenuhinya persyaratan tersebut dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini, keadaan itu segera diberitahukan kepada calon mempelai atau kepada orang tua atau kepada wakilnya

( lihat ; Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 6 dan 7, ayat 2 ) 

3.      Jika terdapat data yang tidak sesuai dengan kenyataan setelah pemeriksaan, belum memenuhi  ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 maka Kepala KUA  harus memberitahu secara tertulis kepada calon suami atau istri dan atau wali untuk melengkapi dokumen persyaratan

( Pma 20 tahun 2019, pasal 6, ayat1)

4.      Kemudian Calon suami atau isteri dan wali atau wakilnya harus melengkapi dokumen nikah paling lambat 1 hari kerja sebelum peristiwa nikah

( Pma 20 tahun 2019, pasal 6, ayat 2 )

5.      Atau  Dalam hal pemeriksaan dokumen nikah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 tidak terpenuhi atau terdapat halangan untuk menikah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perkawinan, kehendak nikah ditolak.

( Pma 20 tahun 2019, pasal 7, ayat 1 )

6.      Kepala KUA Kecamatan/Penghulu/PPN LN memberitahukan penolakan secara tertulis kepada calon suami, calon istri, dan/atau wali disertai alasan penolakan

( Pma 20 tahun 2019, pasal 7, ayat 2 )

 

2.    Alasan penolakan

Alasan penolakan Yang dimaksud dalam Undang undang dan peraturan Menteri Agama adalah dengan ditindak lanjuti perdirjen, yaitu 473 tahun 2020 yaitu dengan dikeluarkan model N7 sebagai Pemberitahuan kekurangan syarat  atau  Penolakan nikah/rujuk. Sebagaimana dalam point lampiran ini.

 

B.        Analisis Yuridis terhadap keabsahan pelaksanaan Bapak kandung sebagai wali dalam akad nikah, bapak angkat sebagai wali dalam buku nikah.

Jawaban

1.     Akad nikahnya sah, tapi fatal akibatnya

Akad nikahnya sah, sepanjang Perkawinannya itu dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. ( Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Pasal 2 ayat (1)  tentang Perkawinan ). Akad nikahnya sah Selama syarat dan rukun nikah terpuhi;  meliputi: calon suami;calon istri; wali; dua orang saksi; dan ijab qabul ( KHI, pasal 14 dan Pma 20 tahun 2019, pasal 10 ).

Walaupun akad nikahya sah, dan legal akad nikahnya, tapi illegal pencatatannya, maka fatal akibatnya;

1.      Fatal akibatnya terhadap sanksi petugas

Fatal akibatnya terhadap sanksi Petugas, Sanksi administratif  sampai kepada pemberhentian, karena dianggap  melanggar   undang undang dan melanggar disiplin Pegawai negeri sipil  yang seharusnya handal, profesional, bermoral, bersikap disiplin, jujur, adil, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas sebagai penyelenggara pemerintahan yang menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance). Ada 3 (tiga) tingkat jenis hukuman disiplin yang terdiri dari; 1) hukuman disiplin ringan, 2) hukuman disiplin sedang, dan 3) hukuman disiplin berat. Adapun jenis hukuman sesuai tingkatan mulai dari teguran tertulis, penurunan pangkat, dan pemberhentian tidak dengan hormat.

( Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Pasal 7, 8, 9, 10  )

Pegawai Pencatat Nikah akan terjerat hukum pidana, jika  melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 6, 7, 8, 9 10 ayat (1), 11, 13, 44 yang intinya  Pegawai Pencatat nikah yang abai terhadap tugas profesinya sebagai peneliti dan pemeriksa persyaratan nikah, tidak amanah terhadap tugasnya yang mengakibatkan adanya pencatatan nikah yang tidak benar, memalsukan data dalam pencatatan nikah dan lain sebagainya,  akan dikenakan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan

( Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 45 )

 

2.      Fatal akibatnya terhadap ekses hukum yang ditimbulkan

Pelaksanaan akad dengan wali bapak kandung, tetapi pencatatan dalam akta nikah adalah bapak angkat. Ini sama saja pembohongan publik. Dengan kata lain asli tapi palsu. Tindakan seperti ini  seharusnya dijauhi karena akan mencederai hukum dan akan menimbulkan fatalistis ekses hukum yang ditimbulkan, diantaranya adalah hukum Penasaban dan Pewarisan dalam Islam.

2.1     Bertentangan dengan Tujuan pengangkatan anak (tabanni)

Tujuan Pengangkatan anak/Tabanni  bukan dalam rangka merubah nasab, tapi hanya sebatas merawat, mengasuh, membesarkan serta mendidik dan membimbing anak angkat berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

( UU 35 tahun 2014, tentang Perubahan Atas UU 23 tahun 2002  tentang Perlindungan Anak, pasal 1 )

( Kompilasi Hukum Islam, pasal 171, huruf h )

Penasaban  kepada bapak angkatnya  jelas bertentangan dengan hukum Islam, maka unsur menasabkan seseorang anak kepada bapak angkatnya harus dibatalkan.

( Muhammad Muhyi, al-Din, al-Ahwal al-Syakhshiyah,  Beirut: al-Malayain, 1964),   hal. 86 ).

 

2.2     Warisan Masyarakat Jahiliyah

Status anak angkat disamakan dengan anak kandung adalah warisan masyarakat jahiliyah ;  hubungan nasab anak angkat, berpindah ke orang tua angkat. bisa saling mewarisi, bisa menjadi mahram, bisa menjadi wali nikah,dan seterusnya. Memiliki hak dan hukum yang sama sebagaimana anak kandung.

Tradisi jahiliyah ini  sampai kepada Rasulullah SAW sebelum menjadi nabi, beliau  mengangkat Zaid mantan budaknya untuk menjadi anak angkatnya. Sehingga semua orang menyebutnya: Zaid bin Muhammad. Padahal ayah aslinya bernama Haritsah. Nabi Muhammad SAW mengumumkan dihadapan kaum Quraisy:

يَا مَنْ حَضَرَ اشْهَدُوْا أنَّ زَيْدًا ابْنِيْ أَرِثَهُ وَيَرِثُنِيْ.

“wahai yang hadir, Saksikanlah bahwa Zaid aku jadikan anakku, ia mewarisiku, dan akupun mewarisinya”.

 

 

 

 

Ibnu Umar mengatakan,

ما كنَّا ندعو زيدَ بنَ حارثةَ إلَّا زيدَ ابنَ محمَّدٍ حتَّى نزلَت ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ

Kami tidak pernah memanggil Zaid bin Haritsah, namun Zaid bin Muhammad, sampai Allah menurunkan firmannya di surat Al-Ahzab ayat 5. (HR. Bukhari)

ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, panggilah mereka sebagai saudara-saudaramu seagama atau maulamu. Tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab: 5).

Ayat yang mulia  ini intinya  melarang pengangkatan anak dengan akibat hukum seperti diatas (saling mewarisi) dan memanggilnya sebagai anak kandung atau penisbatan nasab bin atau binti. Bahkan Rasulullah SAW  memberi ancaman yang sangat keras bagi orang yang mengubah nasab. Sebagaimana disebutkan dalam hadis shoheh, yaitu

عَنْ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ"الصحيح

 “Siapa yang mengaku anak seseorang, sementara dia tahu bahwa itu bukan bapaknya maka surga haram untuknya.” (HR. Bukhari no. 6385)

( M. Fauzan SH, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, hal. 23 )

Untuk menghilangkan ajaran jahiliyah tersebut maka Rasululloh saw menikahi mantan istri anak angkatnya, yaitu janda Zaid. Sebagaimana firman Allah swt surat surat Al- Ahzab ayat 37:

فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَٰكَهَا لِكَىْ لَا يَكُونَ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِىٓ أَزْوَٰجِ أَدْعِيَآئِهِمْ إِذَا قَضَوْا۟ مِنْهُنَّ وَطَرًا ۚ وَكَانَ أَمْرُ ٱللَّهِ مَفْعُولًا

Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi

 

Maksud ayat  ini

-        Menjelaskan bahwa pengangkatan anak tidak mempengaruhi kemahraman, sehingga antara kedua belah pihak tidak ada larangan untuk saling mengawini, dan  tidak boleh saling mewarisi

(Al-Qurtubi, Al-Jami’li Ahkam al-Qur’an, Juz.14, hal. 116)

-        Menjelaskan bahwa Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah atau nasab dengan orang tua kandung dan keluarganya, sehingga antara mereka tetap berlaku hubungan mahram dan hubungan saling mewarisi

( B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta akibat-akibat hukumnyadi kemudian hari, hal. 74 )

-        Menjelaskan adanya  pelajaran yang berharga bahwa anak angkat tetap anak angkat, tidak bisa dinasabkan kepada orang tua angkat. Jika terjadi penasaban anak angkat kepada orang tua angkat, maka mendapatkan dosa atau bahkan sumber dosa. Karena dialah yang meretas perubahan nasab pertama kalinya. Untuk itu, anak angkat tetap dinasabkan kepada orang tua kandungnya, baik panggilan di masyarakat, maupun dalam catatan sipil. Jika alasannya malu, sesungguhnya tidak ada yang perlu dianggap malu, karena ini bukan tabu. Ataupun jika masih malu, menanggung malu di dunia, jauh lebih ringan dibandingkan hukuman di akhirat.

 

2.3     Bertentangan dengan undang undang no 24 tahun 2013

Pengangkatan anak dengan memalsu data jelas bertentangan dengan hukum


serta perundang undangan yang berlaku di indonesia. Yaitu Undang-undang No 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, khususnya pasal 93 dan  94 , yaitu

Pasal 93

Setiap penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada instansi Pelaksana dalam melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)”

Pasal 94

Setiap orang yang tanpa hak dengan sengaja mengubah, menambah, atau mengurangi isi elemen data pada Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

 

2.4     Bertentangan dengan tugas dan wewenang Kepala KUA

Diantara tugas  Pegawai pencatat Nikah adalah memeriksa, menyaksikan dan mencatat peristiwa pernikahan, dan pelaporan nikah dan rujuk. ( Lihat PMA No. 34 tahun 2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama, pasal 1 )

Menyaksikan artinya mengawasi langsung terjadinya peristiwa pernikahan. Mengawasi di sini menjaga jangan sampai perkawinan tersebut melanggar, ketentuan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, jika diketahui ada pemalsuan identitas, memakai wali yang tidak berhak, masih terikat perkawinan dengan lelaki/wanita lain, beda agama, atau adanya halangan perkawinan, maka pegawai Pencatat Nikah harus menolak menikahkan mereka, karena dianggap belum terpenuhi  persyaratan nikah

( lihat ; Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 6 dan 7, ayat 2 ) 

Pencatatan perkawinan dan membuktikannya dengan akta nikah sangat jelas mendatangkan kemashlahatan bagi tegaknya rumah tangga. Sejalan dengan prinsip:

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

artinya menolak kemadharatan lebih didahulukan untuk menarik kemashlahatan.

Pencatatan pernikahan dituangkan dalam lembar akta nikah dan kutipan buku nikah yang merupakan bukti otentik hukum adanya sebuah perhelatan besar ( mitsaqon Gholidhon ) yaitu pernikahan, dalam rangka kemaslahatan kehidupan masyarakat dan menjamin adanya kepastian hukum.

 

A.     Akta Nikah berdasar sumber Otentik

Bagaimana mungkin kepastian hukum dicatat oleh PPN dalam akta otentik dengan data manipulatif, dan membohongi publik…?? Apabila PPN  KUA Kecamatan menerima pendaftaran persyaratan dengan data palsu, data tidak otentik, contoh duda menjadi jejaka, janda menjadi perawan, bapak kandung menjadi bapak angkat, atau wali yang tidak berhak, sama saja melestarikan kesalahan dengan kesalahan baru bahkan menjadi sumber dari kesalahan, karena akta nikah adalah sumber bukti otentik hukum. maka konsekwensinya masuk ranah pidana. 

Pasal 263 KUHP:

1.     Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

2.     Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 266 KUHP:

1.     Barangsiapa menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akte otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam jika pemakaian itu dapat menimblkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

2.     Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai akte tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.

 

B.     Akta Nikah tidak boleh dicatat asal mencatat

Bagaimana mungkin kepastian hukum dicatat oleh PPN KUA yang merupakan Pejabat Umum dicatat dengan asal mencatat dalam sebuah akta otentik yang ditentukan undang-undang. disebut catatan  otentik, jikalau Berbentuk akta, yang dicatat dengan ada unsur kesengajaan (doluze atau opzettelijk) untuk membuatnya sebagai alat bukti agar memperoleh kepastian hukum bahwa suatu perbuatan benar-benar terjadi. Dengan kata lain, akta otentik memang dibuat untuk fungsi pembuktian suatu peristiwa hukum (probalitas causa). Maka antara peristiwa hukum ( akad nikah ) dengan bukti hukum ( buku nikah ) harus benar relevan. Dalam kaidah fiqhiyahnya:

الثابت بالبر هان كالثابت بالعيان

“sesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti (keterangan) sepadan dengan yang telah di tetapkan berdasarkan kenyataan

(Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata untuk Mahasiswa dan Praktisi h. 52 )

 

C.     PPN berkewajiban membuat Akta Nikah.

Akta Nikah adalah akta autentik pencatatan nikah. ( Pma 20 tahun 2019, pasal 1, ayat 9 ). Kemudian Dalam  Pasal 1868 KUHPerdata, sebuah akta dapat dikatakan otentik apabila telah memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:

1.     Dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan undang-undang; dan

2.     Dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang memiliki wewenang

Pejabat Umum dimaksud dalam KUHP tersebut diantaranya Notaris, Pejabat Catatan sipil  dan Kepala KUA/PPN.

Kepala KUA/PPN adalah berkewajiban membuat Akta Nikah Otentik dan memberikan Kutipannya berupa Buku Nikah kepada suami isteri, baik diminta atau tidak. Apabila PPN tidak mencatat pernikahan tersebut dalam Akta Nikah, tidak memberikan atau sengaja memperlambat proses penyerahan Buku Nikah ini ia maka dapat dijatuhkan sanksi tiga bulan penjara. Sebagaimana disebutkan dalam UU. No. 22 Th. 1946, tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk, pasal 3 ayat 4,

Apabila PPN sengaja tidak mencatat peristiwa nikah dalam Akta Nikah atau tidak menyerahkan Kutipannya berupa Buku Nikah kepada suami isteri akan dijatuhkan sanksi maksimal 3 bulan penjara atau denda Rp. 100

Akta  otentik bersumber dari data yang otentik pula, maka akta otentik memiliki fungsi formalisme (formalitas causa)   yang dibuat sebagai kelengkapan atau sempurnanya suatu perbuatan hukum, bukan untuk maksud menentukan sahnya perbuatan hukum tersebut. Suatu akta tidak dapat diberlakukan sebagai akta otentik jika cacat dalam bentuknya atau karena pejabat umum tidak cakap membuatnya seperti pengaturan peraturan perundang-undangan.

( lihat Pasal 1868 dan 1869 BW/KUH-Perdata )

Akta Otentik mempunyai kekuatan pembuktian lahiriah,formil dan materil:

a.     Kekuatan pembuktian lahiriah; akta itu sendiri mempunyai kekuatan untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai akta otentik,krn kehadirannya,kelahirannya sesuai /ditentukan dg per-uu-an yg mengaturnya;

b.     Kekuatan pembuktian formil; apa yg dinyatakan dalam akta tersebut adalah benar.

c.      Kekuatan pembuktian materil;memberikan kepastian thd peristiwa,apa yg diterangkan dlm akta itu benar.

 

5.         KESIMPULAN

5.1         Jika ada calon pengantin mendaftar ke KUA Kecamatan dengan membawa persyaratan yang berisi data manipulatif, maka wajib ditolak.

5.2         Jika ada calon pengantin mendaftar ke KUA Kecamatan dengan membawa persyaratan  yang belum memenuhi  persyaratan pernikahan atau ditemukan adanya pelanggaran, maka harus ditolak

5.3         akad nikah yang sudah terlanjur dengan  pelaksanaan Bapak kandung sebagai wali dalam akad nikah, bapak angkat sebagai wali dalam buku nikah.adalah  sah, dan legal. Tetapi illegal pencatatannya, maka fatal akibatnya

-           Fatal akibat sanksi Petugasnya

-           Fatal akibat ekses hukum yang ditimbulkan

5.4         Pengangkatan anak atau Tabanni adalah perbuatan mulia, maka harus ditempuh dengan cara cara mulia juga, yakni

-           Adopsi resmi dengan putusan pengadilan

-           Menyertakan persyaratan yang dibutuhkan dengan benar tidak manipulatif

5.5         Akta Nikah adalah akta otentik, maka harus bersisi data otentik pula. Jika  PPN/ Kepala KUA mencatat dengan data manipulatif, maka akan mendapatkan saksi administratif sampai kepada sanksi pidana

5.6         Akta nikah adalah akta otentik sebagai alat bukti agar memperoleh kepastian hukum bahwa suatu perbuatan benar-benar terjadi. Dengan kata lain, akta otentik memang dibuat untuk fungsi pembuktian suatu peristiwa hukum (probalitas causa). Maka antara peristiwa hukum ( akad nikah ) dengan bukti hukum ( buku nikah ) harus benar relevan

 

6.         SOLUSI

Pemeriksaan persyaratan kehendak nikah dituntut meneliti secara cermat agar dapat dicegah terjadinya pelanggaran hukum perkawinan. Namun terdapat kendala-kendala dalam pemeriksaan syarat dokumen kehendak nikah sehingga berjalan belum maksimal, sebagai akibat dari kendala tersebut masih banyak terjadi kasus-kasus perkawinan yang merugikan banyak pihak, termasuk Pegawai Pencatat Nikah dan Penghulu sendiri. Dalam upaya mengatasi kendal-kendala yang muncul sangat perlu kiranya diupayakan hal-hal sebagai berikut :

a.     Bentuk tanggung jawab dalam melaksanakan wewenang pencatatan nikah dengan melaksanakan secara penuh tahapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pencatatan Nikah, bertujuan menghindari dampak akibat hukum dan resiko kategori maladministrasi;

b.     Menolak pengganti KTP berbentuk Surat Keterangan Domisili Sementara (SKDS)/Surat Keterangan (Suket) atau semacamnya untuk melengkapi persyaratan kehendak nikah. Pengganti KTP sebaiknya menggunakan Surat Keterangan Pindah (SKP) dari daerah asal atau Surat Keterangan Pindah Datang (SKPD) dari daerah tujuan dan/atau Surat Keterangan telah melakukan perekaman KTP El dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil;

c.     Menerapkan penyelenggaraan Pengumuman Kehendak Nikah selama 10 (sepuluh) hari kerja sejak dipenuhi kelengkapan persyaratan nikah dan bukan dari hari pengajuan permohonan, dengan catatan tanpa manipulasi memajukan hari pendaftaran nikah;

d.     Melakukan pengawasan terhadap Pegawai Pencatat Nikah dalam pelaksanaan pencatatan nikah secara berkala (periodic) dan serius yang diperkarsai oleh Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kota Tanjungpinang sebagai penanggungjawab urusan kepenghuluan;

e.     Konsisten menerapkan punishment terhadap pencatatan nikah disebabkan kesalahan dan kelalaian pribadi sekurang-kurangnya melalui surat peringatan untuk bertindak kehati-hatian, dan memberikan penilaian appreciation terhadap KUA Kecamatan atau PPN/Penghulu yang peduli tindakan penegakan hukum (wetmatigheid);

Apabila sudah terlanjur Dilaksanakan Bapak kandung sebagai wali dalam akad nikah, Bapak angkat sebagai wali dalam buku nikah, maka segera dilakukan perubahan, bukan pembatalan pernikahan. Karena pernikahannya sah demi hukum. Perubahan ini bersifat administratif formal dalam rangka  tertib administrasi  hukum dan agar tidak menimbulkan ekses hukum dikemudian hari, juga tidak ada penisbatan u bin binti kepada bapak angkat.

Adapun Perubahan dalam akta nikah mengacu kepada peruturan menetri agama PMA 20 tahun 2019 dengan ditindak lanjuti perdirjen 473 tahun 2020, yaitu

a.      Perubahan nama suami atau istri pada Akta Nikah dilakukan oleh KUA Kecamatan berdasarkan akta kelahiran yang baru.

b.      Pencatatan perubahan data perseorangan berupa tempat, tanggal, bulan, tahun lahir, nomor induk kependudukan, kewarganegaraan, pekerjaan, dan alamat dilakukan oleh KUA Kecamatan berdasarkan surat keterangan dari dinas kependudukan dan pencatatan sipil.

c.      Tata cara penulisan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.

Adapun yang dimaksud point c dari pasal 38 PMA 20 tahun 2019 adalah ditindak lanjuti Perdirjen  473 tahun 2020, yaitu Apabila terjadi kesalahan dalam penulisan digital atau manual pada Buku Nikah, dapat dilakukan penggantian Buku Nikah,  Dalam hal ketersediaan Buku Nikah terbatas, kesalahan dalam penulisan dapat dilakukan :

1.      Yang belum menggunakan aplikasi Simkah dilakukan pada “ kolom catatan pada akta nikah dengan menuliskan kalimat

nama suami/istri telah diubah menjadi…….pada tanggal….., sedangkan pada buku nikah dilakukan pada kolom catatan dengan menulis kalimat nama suami/istri telah diubah menjadi…….pada tanggal…..,”

2.      Yang sudah menggunakan aplikasi Simkah   dengan melakukan perbaikan pada menu edit akta nikah atau buku nikah, dengan mencetak ulang kolom  catatan  pada akta nikah atau buku nikah dengan kalimat

nama suami/istri telah diubah menjadi…….pada tanggal….., sedangkan pada buku nikah dilakukan pada kolom catatan dengan menulis kalimat nama suami/istri telah diubah menjadi…….pada tanggal…..,

 

7.         REFRENSI

1.         Kitab undang undang hukum pidana (KUHP)

2.         Kitab undang undang hukum perdata (KUH Perdata)

3.         undang undang no 1 tahun 1974, tentang perkawinan

4.         Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

5.         UU. No. 22 Th. 1946, tentang Pencatatan nikah, talak dan rujuk

6.             Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991,  Tentang Kompilasi Hukum Islam

7.             Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 6 dan 7, ayat 2

8.             Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil,

9.             Peraturan Menteri Agama (PMA)  No. 34 tahun 2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama

10.         Peraturan Menteri Agama (PMA)  No 20 tahun 2019 tentang pencatatan pernikahan

11.         Muhammad Muhyi al-Din, al-Ahwal al-Syakhshiyah, (Beirut: al-Malayain, 1964), hal. 86

12.         M. Fauzan SH, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2008)

13.         Al-Qurtubi, Al-Jami’li Ahkam al-Qur’an, (Mesir: 1376H/ 1957M), Cet. Ke-2, Juz.14

14.         B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta akibat-akibat hukumnyadi kemudian hari, (Jakarta: Rajawali, 1989

15.      Sidah, “Kekuatan Pembuktian Akta Di Bawah Tangan yang Dilegalisasi oleh Notaris”, Tesis S 2 (Semarang: Program Studi Magister Kenoktariatan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2010),

16.      Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata untuk Mahasiswa dan Praktisi (Bandung: Mandar Maju,  2005),

 

 

 

 

 

 

 

 

8.         LAMPIRAN

 

LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM
NOMOR
473 TAHUN 2020
TENTANG

 

 

FORMULIR PENOLAKAN KEHENDAK NIKAH RUJUK

 

 

 

 

Model N7

KANTOR URUSAN AGAMA

KECAMATAN .................................

KABUPATEN/KOTA ..............................

 

Nomor         : ..................................                                                   ... ............................. 20...

Lampiran    : ..................................

Perihal        : Pemberitahuan kekurangan syarat/

                        penolakan nikah/rujuk*)

 

 

Kepada yth,

Calon pengantin/Wali

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
di . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

 

 

Dengan hormat, setelah dilakukan pemeriksaan terhadap persyaratan
pendaftaran p
ernikahan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan bahwa
permohonan pendaftaran
nikah/rujuk Saudara .................................................................
dengan
...................................................................................... , diberitahukan sebagai berikut:

[   ] Pernikahan dapat dilaksanakan dengan melengkapi persyaratan

1.    .......................................................

2.    .......................................................

3.    .......................................................

[   ] Tidak dapat dilaksanakan (ditolak) karena tidak melengkapi persyaratan
berupa

1.    ...............................................

2.    ...............................................

3.    ...............................................

 

Demikian agar menjadi maklumi.

 

Wassalam,

Kepala KUA/Penghulu/PPN LN

 

 

 

...................................

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama