Takjil dan Petualangan Ramadan

 

Takjil dan Petualangan Ramadan

Oleh: Nurul Ludfia Rochmah

RAMADAN telah tiba, Ramadan telah tiba, hore, hore, hore! Cobalah ungkapan tersebut dilagukan seperti Sherina melagukan Libur Tlah Tiba. Entah mengapa setelah melagukannya kita tersenyum, merasa senang, gembira, dan antusias. Demikianlah, untuk mendapatkan semua kemuliaan Ramadan kita perlu mempersiapkan diri, menyambutnya dengan antusias, sepenuh jiwa raga. Kesungguhan kita beberapa saat menjelang Ramadan akan menunjukkan seperti apa bentuk Ramadan kita nanti.


Di pagi hari persiapan yang dilakukan ibu-ibu adalah berbelanja stok makanan dan minuman untuk buka dan sahur. Irama dan jadwal memasak mendapatkan penyesuaian. Seperti yang saya lakukan. Sengaja saya berbelanja lebih banyak. Saya membeli ikan dan daging untuk stok berbuka dan sahur.

Biasanya di awal Ramadan para bakul libur sehari dua hari. Anggaplah sebagai bentuk penghormatan terhadap awal Ramadan dan juga sebagai bentuk beradaptasi dengan suasana Ramadan. Di samping itu, di awal Ramadan, para ibu sedang bersemangat untuk memasak. Bahkan, ada yang memasak bermacam menu melebihi hari biasanya. Entah apa yang mendasarinya. Bisa jadi ini termasuk bagian dari antusiasme menyambut Ramadan.

Ada beberapa bapak, berkegiatan bersama di lingkungan rumah dan musala atau masjid kampung. Kegiatan itu seputar membersihkan sekeliling rumah, memotong rerumputan atau tanaman yang dianggap sudah ”gondrong”. Lalu kegiatan bergeser di seputar musala. Mereka menyapu, mengepel lantai, membersihkan karpet, menggosok lantai tempat wudu, mengetes sound system dan pengeras suara. Ada juga yang mengetes suara beduk meskipun kurang tahu fungsinya untuk apa. Mungkin semacam kegembiraan masa kecil yang perlu dirayakan atau persiapan untuk menabuh beduk di malam Lebaran.

Sore Ramadan akan menjadi berkah tersendiri bagi para penjual takjil. Biasanya akan muncul banyak penjual takjil dadakan. Berbagai menu takjil akan tersedia di pinggir jalan, pojok kampung, atau dilokalisasi agar semua penjual takjil bisa bergabung.

Takjil Ramadan memang fenomenal. Kegiatan mengisi Ramadan yang bernilai untuk memberdayakan diri dan keluarga secara ekonomi. Berdasarkan pengalaman dan survei kecil-kecilan, para penjual takjil ini bisa dikategorikan menjadi beberapa jenis.

Pertama, menjual takjil karena memang sehari-harinya berjualan makanan dan minuman. Kedua, menjual takjil kebiasaan karena merena hanya berjualan di bulan Ramadan, seperti Ramadan-Ramadan sebelumnya. Ketiga, penjual takjil, new comer alias pendatang baru yang mencoba peruntungan di bulan Ramadan. Keempat, penjual takjil milenial yang ingin belajar mengasah kemandirian dan memupuk semangat berwira usaha.

Ibarat ”kembali ke laptop”, mari kita kembali pada judul. Istilah Petualangan Ramadan ini diawali dengan memaknai kata ”tualang” yang berarti ’tempat jelajah atau arena’. Bertualang bisa bermakna ’mengembara tak tentu arah, berkeliaran, atau bergelandangan’. Pemakaian istilah ini saya beri batasan dengan menambah kata ’Ramadan’ agar mengembaranya memperoleh arah yang jelas.

Bertualang Ramadan ini bisa dimaknai menjelajahi Ramadan dan semua kebaikan dan keagungannya. Kebaikan Ramadan dapat dijelajahi dari sisi mana saja. Petualangan Ramadan diharapkan bisa menghasilkan sesuatu yang baru, segar, menjadi energi, menjadi tonggak baru, bahkan menghasilkan pribadi yang baru sebagai manusia ”baru” yang siap menjalani kehidupan di sebelas bulan ke depannya.

Sisi Ramadan yang bisa ditualang antara lain, menambah pundi-pundi ibadah dan sedekah. Jadwal ibadah salat wajib jelas tidak bisa diganggu gugat. Menambah ibadah sunah seperti Tarawih, tadarus, zikir dan selawat menjadi prioritas alias harus diutamakan. Selanjutnya meminimalisasi hal yang mubah, misalnya tidur. Seperti yang selama ini terjadi, tidur pada saat puasa Ramadan dijadikan semacam anekdot dan kelucuan karena dianggap hal apa pun di bulan Ramadan asalkan baik, akan bernilai ibadah. Tentu yang bisa kita sepakati adalah tidurlah secukupnya agar energi ibadah dapat tercukupi.

Sisi lainnya yang tak kalah menarik adalah menjadikan Ramadan ini sebagai momen untuk memberdayakan diri, keluarga, dan masyarakat. Langkah menarik dari milenial yang menjajal berwirausaha di masa Ramadan seperti yang saya singgung di atas menjadi satu kegiatan yang amat menarik. Berwirausaha adalah kegiatan yang tidak ada matinya.

Milenial yang didekatkan pada jiwa wirausaha akan memperoleh dampak ganda. Pada dirinya akan terbentuk berbagai macam karakter baik, di antaranya sikap berani, bertanggung jawab, jujur, kreatif, ulet, tekun, pantang menyerah, ramah, dan lain sebagainya. Milenial yang memulai pelajaran kehidupan berwirausaha dengan berjualan takjil di sore Ramadan bisa jadi merupakan satu contoh petualangan Ramadan.

Perlu diketahui, ternyata, petualangan Ramadan di Banyuwangi kali ini akan makin semarak. Geliat takjil Ramadan dan pasar Ramadan sebagai bentuk gerak pertumbuhan ekonomi di-support oleh Ibu Bupati Banyuwangi. Bupati mendukung gerak serentak warga masyarakat berjual-beli di pasar Ramadan. Bagi kaum yang ingin praktis berbuka dan bersahur, seperti saya, silakan segera merapat ke arena tersebut. Nah, sore nanti segera isi ngabuburit Anda dengan bertualang Ramadan versi berburu takjil ya. (*)

*) Penulis adalah guru di MAN 1 Banyuwangi.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama