Dari Abdullah bin Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: “Jadikanlah shalat-shalat kalian di rumah kalian, dan janganlah kalian menjadikan rumah sebagai kuburan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dasar Perintah Beribadah di Rumah
Kalimat “Jadikanlah shalat-shalat
kalian di rumah kalian” menjadi dasar perintah menjadikan rumah bukan
saja sekedar tempat pertemuan antara orang tua dan anak, atau tempat melepas
lelah dari berbagai aktivitas. Akan tetapi rumah juga menjadi sarana beribadah
bagi anggota inti keluarga. Para ulama hadis menjelaskan bahwa perintah
“shalat” yang dimaksud adalah shalat-shalat sunnah yang dikerjakan di rumah.
Perintah ini bertujuan agar ibadah terjaga dari unsur riya dan sum’ah,
serta agar rumah bertambah berkah, diturunkan rahmat, serta dijauhkan dari
syetan. Sehingga shalat sunnah lebih utama dikerjakan di rumah dari pada di
masjid, sebagaimana sabda Rasulullah SAW dari Zaid bin Tsabit RA:
“Wahai manusia, shalatlah kalian di rumah-rumah
kalian, karena sebaik-baiknya shalat adalah shalat seseorang di rumahnya,
kecuali shalat wajib.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Status
kesunahan shalat sunah di rumah adalah umum, baik nawaafil (shalat rawatib)
maupun shalat sunah yang lain. Tetapi, tidak semua shalat sunah dianjurkan
untuk dilakukan di rumah. Terdapat beberapa shalat sunah yang dianjurkan
dilakukan di masjid demi syi’ar Islam antara lain shalat Idul Fitri, Idul Adha,
shalat Gerhana, dan shalat Istisqa.
Kalimat “jangan kalian menjadikan rumah sebagai
kuburan” merupakan
pemisalan terhadap rumah yang kering dari ibadah shalat, bahkan penghuni rumah
tersebut tidak pernah menjalankan shalat sunnah. Ibnu Baththol dalam Syarah
Al-Bukhari mengatakan bahwa permisalan rumah yang tidak didirikan shalat di
dalamnya dengan kuburan merupakan pemisalan cerdas yang menunjukkan tiada kebaikan
bagi rumah dan penghuninya. Umar bin Al-Khaththab pernah berkata:
“Shalat seseorang di rumahnya adalah
cahaya,maka hiasilah rumah kalian dengannya.” [Syarh Al-Bukhari, Ibnu Baththal]
Selain
menjalankan ibadah shalat di rumah, Rasulullah SAW juga memerintahkan kita agar
menghiasi rumah dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Karena bacaan
Al-Qur’an di rumah akan menjadikan rumah bercahaya yang kadar cahaya sesuai
dengan jumlah ayat-ayat yang dibacakan. Semakin banyak ayat, maka semakin
terang cahaya rumah, sehingga menyita perhatian penduduk langit untuk terus
memandanginya dengan pandangan rahmat, permohonan ampunan, dan keberkahan bagi
penghuninya. Jumlah rumah di bumi ini banyak sekali bahkan mencapai jutaan
unit, tetapi rumah yang terlihat terang oleh penduduk langit amatlah sedikit,
seperti bintang di langit yang jumlahnya milyaran tetapi bintang yang terlihat
oleh penduduk bumi hanyalah bintang yang mendapatkan pantulan sinar matahari.
Oleh karena itu, perintah membaca Al-Qur’an di rumah bertujuan agar rumah
tersebut selalu mendapatkan cahaya Al Qur’an sehingga selalu dipandangi oleh
penduduk langit dengan pandangan penuh cinta, rahmat, dan keberkahan. Dari
Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya rumah yang dibacakan di dalamnya
Al-Qur’an, maka rumah tersebut akan terlihat oleh para penduduk langit
sebagaimana terlihatnya bintang-bintang oleh penduduk bumi”. [HR. Ahmad]
Beribadah di Rumah Saat Covid-19
Pada hadis di atas ditegaskan bahwa menjadikan rumah
sebagai salah satu tempat ibadah merupakan sunnah. Dalam kondisi pandemi
Covid-19, konsep pelaksanaan ibadah memiliki tujuan tambahan yaitu memutus
penyebaran Covid-19 dengan menghindari kontak fisik dan kerumunan massa. Oleh
karena itu, pelaksanaan ibadah di tengah pandemi Covid-19 dipusatkan di rumah
demi menjaga keselamatan jiwa diri sendiri dan orang lain karena menolak
mafsadat lebih didahulukan daripada meraih manfaat.
Dalam konteks pengaturan ibadah saat Covid-19, Menteri
Agama RI telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Panduan Ibadah Ramadhan dan
Idul FItri 1443 H
No SE. 06
Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Kegiatan Peribadatan/Keagamaan di Tempat Ibadah
Pada Masa PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 Covid- yang
bertujuan untuk memberikan panduan bagi pemangku kepentingan dan umat beragama
di seluruh Indonesia dalam melaksanakan kegiatan peribadatan/keagamaan dan
penerapan protokol kesehatan di tempat ibadah (Masjid/Musala, Gereja, Pura,
Wihara, Kelenteng/Litang, dan tempat lainnya yang difungsikan sebagai tempat
ibadah) pada masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat level 3, level 2,
dan level 1 COVID-19 serta penerapan protokol kesehatan dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Tempat ibadah yang berada
di kabupaten/kota dengan kriteria:
a.
level 3 (tiga), dapat mengadakan kegiatan
peribadatan/keagamaan berjemaah/kolektif selama masa penerapan Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan jumlah jemaah paling banyak 50%
(lima puluh persen) dari kapasitas dengan menerapkan protokol kesehatan;
b.
level 2 (dua), dapat mengadakan kegiatan
peribadatan/keagamaan berjemaah/kolektif selama masa penerapan PPKM dengan
jumlah jemaah paling banyak 75% (tujuh puluh lima persen) dari kapasitas dengan
menerapkan protokol kesehatan; dan
c.
level 1 (satu), dapat mengadakan kegiatan
peribadatan/ keagamaan berjemaah/ kolektif selama masa penerapan PPKM dengan
jumlah jemaah 100% (seratus persen) dari kapasitas dengan menerapkan protokol
kesehatan.
2. Pengurus dan Pengelola
Tempat Ibadah:
a.
menyediakan petugas untuk menginformasikan
serta mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan;
b.
melakukan pemeriksaan suhu tubuh untuk setiap
jemaah menggunakan alat pengukur suhu tubuh (thermogun);
c.
menyediakan hand sanitizer dan sarana mencuci
tangan menggunakan sabun dengan air mengalir;
d.
menyediakan cadangan masker;
e.
mengimbau jemaah dengan kondisi kurang sehat,
berusia 60 (enam puluh) tahun ke atas, memiliki komorbid, dan ibu
hamil/menyusui untuk melaksanakan ibadah di rumah masingmasing;
f.
mencegah terjadinya kerumunan sebelum dan
setelah pelaksanaan kegiatan peribadatan/keagamaan dengan mengatur akses keluar
dan masuk jemaah;
g.
melakukan disinfeksi ruangan pelaksanaan
kegiatan peribadatan/keagamaan secara rutin;
h.
memastikan tempat ibadah memiliki ventilasi
udara yang baik dan sinar matahari dapat masuk serta apabila menggunakan air
conditioner (AC) wajib dibersihkan secara berkala; dan
i.
memastikan pelaksanaan khutbah, ceramah, atau
tausiyah wajib memenuhi ketentuan: a) khatib, penceramah, pendeta, pastur,
pandita, pedanda, atau rohaniwan memakai masker dengan baik dan benar; dan b)
khatib, penceramah, pendeta, pastur, pandita, pedanda, atau rohaniwan
mengingatkan jemaah untuk selalu menjaga kesehatan dan mematuhi protokol
kesehatan.
3. Jemaah:
a.
menggunakan
masker dengan baik dan benar;
b.
menjaga
kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan menggunakan air mengalir atau
menggunakan hand sanitizer;
c.
dalam
kondisi sehat (suhu badan di bawah 37 derajat celcius);
d.
tidak
sedang menjalani isolasi mandiri; dan e. membawa perlengkapan
peribadatan/keagamaan masingmasing (sajadah, mukena, dan sebagainya).
Hikmah dari wabah Covid-19
ini adalah menguatkan ketahanan keluarga dan kekuatan ibadah dilingkungan
Keluarga. Inilah momentum untuk kita sama-sama berperang melawan Covid-19
dengan beribadah dan bermunajat kepada Allah SWT lebih banyak dari rumah.
Demikian semoga bermanfaat.
Syafaat, S.H., M.H.I
(Penyusun Bahan Pembinaan Keluarga Sakinah
Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kab. Banyuwagi)
H. Subhan Nur, Lc, M.Ag