Hari ini, Rabu, 25 September 2024, Desa Mangir di Kecamatan Rogojampi mengadakan kegiatan Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Usia Dini dan Kesehatan Reproduksi Wanita. Acara ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama para remaja dan orang tua, mengenai dampak negatif dari perkawinan usia dini serta pentingnya menjaga kesehatan reproduksi wanita. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya menunda perkawinan hingga usia yang lebih matang demi kesejahteraan fisik dan mental, serta mendukung kesehatan generasi mendatang.
Kegiatan Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Usia Dini dan Kesehatan Reproduksi Wanita yang diadakan di Desa Mangir hari ini diikuti oleh 30 kader Tim Penggerak PKK dan Posyandu. Acara ini dibuka oleh Sekretaris Desa Mangir, Monali, yang mewakili Kepala Desa dalam menyampaikan sambutan.
Dalam sambutannya, Monali menekankan pentingnya sosialisasi ini bagi peningkatan pemahaman masyarakat, terutama dalam hal dampak negatif perkawinan usia dini dan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi wanita. Ia menggarisbawahi bahwa kegiatan ini tidak hanya membantu mengurangi angka pernikahan dini, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat Desa Mangir melalui edukasi yang lebih baik.
Monali juga berharap para peserta, yang terdiri dari kader PKK dan Posyandu, dapat menjadi agen perubahan yang aktif dalam menyebarkan informasi ini kepada masyarakat luas, serta berperan dalam upaya pencegahan perkawinan usia dini dan promosi kesehatan reproduksi di desa mereka.
Dalam kegiatan Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Usia Dini dan Kesehatan Reproduksi Wanita di Desa Mangir hari ini, Andi Mikoyanto, seorang penyuluh Agama Islam pada KUA Rogojampi, menjadi salah satu
narasumber. Dalam pemaparannya, ia menjelaskan beberapa hal penting terkait perkawinan usia dini: pertama, penyebab Perkawinan Usia Dini. Andi mengungkapkan bahwa faktor-faktor seperti tekanan sosial, rendahnya tingkat pendidikan, kemiskinan, dan pemahaman yang kurang tentang agama sering menjadi alasan utama terjadinya perkawinan dini. Budaya setempat dan dorongan keluarga juga dapat berkontribusi terhadap hal ini. kedua, dampak Perkawinan Dini. Ia menekankan dampak negatif dari perkawinan dini, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Dari sisi kesehatan, perempuan yang menikah di usia dini rentan mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan. Secara psikologis, mereka juga belum siap menghadapi tanggung jawab pernikahan dan pengasuhan anak, yang dapat menyebabkan stres dan masalah mental. Dampak sosialnya meliputi putus sekolah, terbatasnya kesempatan kerja, dan siklus kemiskinan.Ketiga, solusi Pencegahan. Untuk mencegah perkawinan dini, Andi menyarankan peningkatan edukasi bagi remaja dan orang tua tentang bahaya perkawinan usia dini, serta pentingnya pendidikan sebagai landasan kehidupan yang lebih baik. Ia juga menekankan peran penting agama dalam membentuk pandangan yang lebih bijak tentang pernikahan, serta perlunya kerja sama antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk mengatasi isu ini secara menyeluruh.Andi Mikoyanto, turut memaparkan data pernikahan dini di KUA Kecamatan Rogojampi untuk tahun 2024. Dalam pemaparannya, Andi menunjukkan adanya tren yang mengkhawatirkan terkait tingginya angka pernikahan dini di wilayah tersebut.
Menurut data yang disajikan, jumlah pernikahan di bawah umur di Kecamatan Rogojampi menunjukkan peningkatan atau stagnasi di beberapa bulan terakhir. Hal ini menggarisbawahi pentingnya intervensi dan sosialisasi lebih lanjut untuk menekan angka tersebut. Andi juga menyebutkan bahwa kasus-kasus ini sering terjadi pada keluarga dengan latar belakang ekonomi rendah dan pendidikan yang minim, yang mempercepat keputusan untuk menikahkan anak-anak mereka sebelum mencapai usia dewasa.
Andi Mikoyanto dalam pemaparannya juga menekankan bahwa salah satu dampak serius dari pernikahan dini adalah stunting, yaitu kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, terutama selama 1.000 hari pertama kehidupan. Pernikahan usia dini berpotensi meningkatkan risiko stunting karena beberapa faktor: pertama, kurangnya Kesiapan Fisik Ibu, Remaja perempuan yang menikah dan hamil di usia dini seringkali belum siap secara fisik untuk menghadapi kehamilan dan melahirkan. Kondisi ini dapat berdampak pada kurang optimalnya asupan nutrisi bagi janin selama kehamilan, sehingga bayi lahir dengan berat badan rendah, yang merupakan salah satu faktor risiko stunting.P kedua, pengetahuan Gizi yang Minim. Ibu muda yang menikah di usia dini sering kali belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan anak, baik selama kehamilan maupun setelah melahirkan. Ketidaktahuan ini berakibat pada buruknya pola asuh dan pemberian makanan yang tidak memadai, sehingga meningkatkan risiko stunting pada anak. Ketiga, faktor Ekonomi. Pernikahan dini sering kali terjadi pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah. Kondisi ini membatasi akses terhadap makanan bergizi, layanan kesehatan, dan pendidikan tentang gizi, yang semuanya berperan penting dalam pencegahan stunting.
Dengan tingginya angka pernikahan dini, risiko stunting di masyarakat juga meningkat. Oleh karena itu, edukasi mengenai bahaya pernikahan usia dini dan pentingnya kesehatan reproduksi sangat penting untuk mengurangi stunting dan meningkatkan kualitas hidup generasi mendatang.
Andi berharap dengan adanya sosialisasi seperti yang dilakukan hari ini, kesadaran masyarakat akan meningkat dan dapat membantu menurunkan angka pernikahan dini di tahun-tahun mendatang. (@ndi)