Banyuwangi (Bimas Islam) – Di antara hiruk-pikuk aktivitas keseharian, ada sosok Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Banyuwangi, Abdul Azis, yang menjadikan sastra sebagai bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Latar belakang pendidikan di bidang Sastra Arab saat menempuh gelar sarjana menjadi fondasi yang kokoh bagi kecintaannya terhadap dunia literasi. Sastra, bagi Abdul Azis, bukan sekadar karya tulisan, melainkan sebuah jembatan yang menghubungkan nilai-nilai agama dengan kehidupan manusia.
Dedikasi Abdul Azis dalam dunia sastra tercermin dari keaktifannya dalam berbagai kegiatan literasi di Banyuwangi. Salah satu momentum penting adalah keikutsertaannya dalam acara Bedah Buku "Hebat Bersama Umat" yang digelar pada 17 Desember 2024 di Hotel Tanjung Asri, Banyuwangi. Acara ini mempertemukan para pegiat sastra, akademisi, dan tokoh agama untuk mendiskusikan nilai-nilai sastra pesantren.
Dalam forum tersebut, Abdul Azis hadir sebagai peserta aktif, terlibat dalam diskusi yang mendalam tentang relevansi sastra dalam konteks keislaman dan sosial. Bedah buku ini dipandu oleh Dr. Nur Anim Jauhariyah, seorang akademisi dari Universitas KH Mukhtar Syafaat (UIMSYA), Pondok Pesantren Darusalam. Dr. Nur Anim, dengan keahliannya, mengarahkan diskusi menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana sastra pesantren menjadi medium untuk menyampaikan nilai-nilai moral dan spiritual.
Diskusi tersebut juga diwarnai dengan paparan Samsudin Adlawi, Ketua Majelis Kehormatan Dewan Kesenian Belambangan. Samsudin, dengan latar belakang pendidikan Bahasa Arab, menjelaskan bahwa sastra merupakan bagian integral dari sejarah panjang peradaban Islam. Ia menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan tradisi ini, terutama di pesantren yang menjadi tempat tumbuhnya karya-karya sastra religius.
Sementara itu, Dr. Chaironi Hidayat, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, memberikan perspektif historis tentang peran sastra sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Di Kota Makkah, pada masa itu, karya sastra seringkali difestivalkan dan menjadi media penting dalam menyampaikan pesan-pesan budaya dan spiritual. Menurutnya, tradisi sastra tersebut memberikan inspirasi bagi generasi masa kini untuk terus melestarikan karya sastra sebagai warisan budaya dan agama.
Tak hanya Abdul Azis, Banyuwangi juga memiliki tokoh lain yang aktif di dunia sastra, seperti Ambar Afiah, Kepala KUA Kecamatan Srono. Ambar dikenal melalui novelnya berjudul **"Secawan Rindu"**, yang mengisahkan perjuangan seorang transmigran dalam membangun kehidupan dari nol hingga berhasil mendirikan pesantren besar. Novel ini menjadi simbol dedikasi, kerja keras, dan nilai-nilai spiritual yang kental. Karya tersebut bahkan pernah dibedah dalam acara **Sepekan Sastra** yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
Abdul Azis dan Ambar Afiah adalah contoh nyata bagaimana sastra dapat menjadi alat untuk menanamkan nilai-nilai positif kepada masyarakat. Keterlibatan mereka dalam Lentera Sastra Banyuwangi membuktikan bahwa sastra bukan hanya milik para sastrawan, tetapi juga milik tokoh-tokoh yang memiliki visi untuk membangun peradaban yang lebih baik.
Lentera Sastra Banyuwangi, sebagai platform literasi lokal, telah menjadi wadah bagi para pecinta sastra untuk berbagi ide, berdiskusi, dan menggali nilai-nilai budaya serta keislaman. Kegiatan-kegiatan yang diinisiasi oleh Lentera Sastra, seperti diskusi buku dan pengembangan literasi, memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan tradisi sastra di Banyuwangi.
Bagi Abdul Azis, sastra adalah medium yang mampu menyampaikan pesan keagamaan secara halus namun mendalam. Dalam pandangannya, sastra memiliki kekuatan untuk menyentuh hati manusia, menggerakkan jiwa, dan memperbaiki karakter. "Sastra tidak hanya tentang keindahan kata-kata, tetapi juga tentang makna yang mampu mengubah kehidupan seseorang. Sastra pesantren, misalnya, mengajarkan kita untuk merenungkan nilai-nilai hidup dan memperbaiki diri," ujarnya dalam salah satu sesi diskusi.
Tidak hanya aktif dalam kegiatan literasi, Abdul Azis juga produktif dalam menghasilkan karya tulis. Hingga saat ini, ia telah menulis tiga buku yang kesemuanya berkaitan dengan tema pernikahan. Buku-buku tersebut tidak hanya menjadi panduan praktis, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai spiritual dan budaya. Ketua Lentera Sastra Banyuwangi bahkan mengapresiasi kontribusi Abdul Azis dalam memperkaya khasanah literasi lokal melalui karyanya yang relevan dengan kehidupan masyarakat.
Melalui bukunya, Abdul Azis berusaha memberikan panduan kepada masyarakat tentang pentingnya membangun hubungan yang harmonis dalam pernikahan, berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Pesan-pesan dalam buku tersebut disampaikan dengan gaya yang sederhana namun mengena, sehingga dapat diterima oleh berbagai kalangan.
Keberadaan tokoh-tokoh seperti Abdul Azis dan Ambar Afiah memberikan inspirasi bagi generasi muda untuk lebih mencintai dunia sastra. Mereka membuktikan bahwa sastra tidak hanya relevan dalam lingkup akademis, tetapi juga memiliki dampak yang luas dalam kehidupan sosial dan spiritual.
Banyuwangi, dengan kekayaan tradisi seni dan budaya, telah menjadi rumah bagi komunitas sastra yang dinamis. Lentera Sastra Banyuwangi menjadi salah satu motor penggerak dalam mempromosikan literasi dan menghidupkan kembali tradisi sastra lokal. Kegiatan-kegiatan yang digelar, mulai dari bedah buku hingga diskusi sastra, menjadi bukti nyata bahwa sastra tetap relevan di era digital.
Bagi Abdul Azis, keterlibatannya dalam dunia sastra adalah bentuk tanggung jawab moral untuk melestarikan tradisi ini di tengah arus modernisasi. Ia berharap sastra dapat menjadi jembatan untuk menyampaikan nilai-nilai positif kepada generasi muda dan masyarakat luas. "Kita membutuhkan sastra untuk membangun peradaban yang lebih manusiawi, penuh makna, dan berakar pada nilai-nilai agama serta budaya," ungkapnya.
Abdul Azis, bersama dengan tokoh-tokoh lain di Banyuwangi, telah membuktikan bahwa sastra memiliki peran penting dalam kehidupan. Sastra bukan sekadar seni, tetapi juga media untuk menyampaikan pesan-pesan moral, spiritual, dan budaya. Dalam konteks Lentera Sastra Banyuwangi, sastra menjadi penerang yang membantu masyarakat memahami nilai-nilai kehidupan yang lebih dalam.
Dengan berbagai kegiatan yang digelar dan karya-karya yang dihasilkan, Banyuwangi semakin mengukuhkan dirinya sebagai salah satu pusat literasi di Indonesia. Keaktifan Abdul Azis dalam dunia sastra menjadi inspirasi bagi banyak pihak untuk terus menjadikan sastra sebagai bagian integral dari kehidupan. Sastra, dengan segala nilai dan pesannya, tetap menjadi lentera yang menerangi jalan kehidupan masyarakat.