GAME ONLINE DALAM KACA MATA SYAR’I
Oleh:
FAWAIT SYAIFUL RAHMAN, M.H.
PENYULUH AGAMA ISLAM KUA KECAMATAN
MUNCAR
Akhir-akhir ini banyak berita
tentang game online. Keseriusan dari game online sangat erat kaitan nya dengan
judi online dan pinjaman online. Tidak jarang dalam sebuah keluarga terjangkit
tiga-tiganya, meski berbeda secara definitif dan konsekuensi hukumnya. Mochamar
Fajar, dkk dalam artikel berjudul “Kecanduan Game Online pada Remaja” menyebut
pengertian game online adalah
situs yang menfasilitasi
jenis-jenis permainan dengan melibatkan banyak
pengguna internet di
lokasi yang berbeda,
dan terhubung secara bersamaan melalui jaringan komunikasi online. Dengan pengertian tersebut, dapat difahami
bahwa fleksibilitas permainan yang ditawarkan oleh game online menjadi hal
utama yang menarik perhatian, selain dapat membangun relasi dari tempat yang
berbeda-beda. Game online sebagai permainan sehari-hari, dapat berpotensi
menggeser nilai-nilai kehidupan dari humanis-sosialis pada
individualis-pragmatis, tentu sangat menghawatirkan bagi perkembangan generasi
bangsa ke depan.
Tidak ada yang salah dengan
permainan, permainan merupakan perilaku bermain, apapun objek dari permainan
itu, mulai permainan ringan hingga permainan yang dapat membahayakan dan mengancam
nyawa. Perkembangan permainan berpengaruh kepada nilai sosial kemasyarakatan, bahkan
merambah pada psikologi anak. Seperti istirahat terganggu, mental ambisius, sering
melamun, dan prokrastinasi.
Islam menginisiasi pemeluk nya agar memiliki
perhatian serius terhadap prestasi para generasi masa depan. Banyak ayat dalam
al-Qur’an menyinggung tugas orang tua dan keluarga untuk memperhatikan maslahah
para generasi berikutnya, diantaranya QS Surat An-Nisa' ayat 9 dan QS At-Taubah
ayat 122.[1] Bahkan agama Islam sangat protektif kepada orang tua untuk
mengenalkan ibadah kepada anak-anak nya sejak umur 7 tahun, seperti belajar
sholat dan ngaji. Hal ini tidak lepas dari kekosongan tugas dan tanggung jawab
berat bagi anak. Usia anak-anak adalah usia produktif, sebagaimana dikatakan
“belajar di usia muda ibarat mengukir di atas batu”, sedangkan “belajar saat
tua ibarat mengukir di atas air”. Banyak sekali manfaat belajar sedari kecil.
Sangat ironi seandainya waktu tersebut digunakan untuk bermain game online
mengalahkan tanggungjawab belajar nya.
Pergeseran nilai dari
humanis-sosialis pada individualis-pragmatis di dalam diri generasi muda dapat
terlihat dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Apakah anak lebih suka bersosial
dan peduli kepada teman, serta kerabat disekitarnya, atau justru lebih senang
menyelesaikan permainan gama online nya bersama rekan-rekan di dunia maya. Permainan
game online lebih memikat dibanding dengan permainan tradisional. Anak-anak
dapat mengakses game online melalui Gadjet atau penyedia game online di tempat
umum.
Ada satu kaidah, bahwa hukum asal
dari muamalah itu adalah boleh, berbeda dengan hukum asal sesuatu yang
berkaitan dengan ibadah. Segala bentuk ibadah harus diatur oleh dalil, tidak diperkenankan
membuat, mengurangi, bahkan menambah bentuk ibadah sebelum ada dalil yang
mengatur. Dari kaidah muamalah tersebut dapat diambil satu kesimpulan bahwa
hukum bermain game online adalah mubah, dalam artian boleh untuk dikerjakan ((مأذون فى فعله. Meski begitu, kebolehan bermain game
online bisa berubah menjadi perbuatan yang diharamkan jika mengandung
unsur-unsur judi, yakni untung-untungan untuk menghasilkan sesuatu atau dapat
membahayakan dan mengancam nyawa. Sementara ini, perbuatan bermain game online belum
menunjukkan kepada unsur-unsur yang dapat mengharamkan di atas.
Obyek hukum (محكوم فيه) dalam disiplin ilmu ushul fikih adalah perbuatan
manusia (mukallaf), bukan berupa objek benda. Pisau tidak haram, sebab
berupa benda, justru keharamannya terletak pada perbuatan manusia mukallaf yang
menggunakan pisau tersebut untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain. Hukum
minuman khamr tidak haram, meski status nya najis. Hukum haram nya melekat pada
perbuatan manusia yang meminum khamr. Begitu pula dengan status hukum game
online, secara asal tidak ada hukum apapun yang melekat. Sehingga, kesimpulan dari
artikel ini adalah status hukum game online adalah mubah, sebab masuk kategori
muamalah, sedangkan status hukum pelaku
yang bermain game online adalah boleh untuk dikerjakan ((مأذون
فى فعله selama tidak mengandung kerusakan yang nyata.
Saran kepada para orang tua dan keluarga
dimanapun berada agar protektif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak,
baik fisik dan psikis. Dalam salah satu teori pendidikan menyebutkan bahwa
kesuksesan anak ditentukan oleh 3 faktor, pertama motivasi ekternal dan
internal anak sendiri, orang tua, dan lingkungan masyarakat nya. Keluarga
sebagai lingkungan anak sehari-hari seyogyanya menjadi tauladan terbaik.
Kesholehan orang tua berimplikasi terhadap motivasi psikis anak menjadi baik.
Selain keluarga, lingkungan luar juga sangat menentukan terhadap perkembangan
anak. Secara umum, lingkungan baik berpengaruh membentuk pribadi baik,dan
begitupun sebaliknya.[2]
[1] D. A. RI, Al-Qur’an
dan Terjemahnya. Surabaya: Pustaka Assalam, 2010.
[2] I.
B. A. A. Wiguna and N. S. Sunariyadi, “Peran orang tua dalam penumbuhkembangan
pendidikan karakter anak usia dini,” WIDYALAYA J. Ilmu Pendidik., vol.
1, no. 3, pp. 328–341, 2021.
[3] E.
Novrialdy, “Kecanduan game online pada remaja: Dampak dan pencegahannya,” Bul.
Psikol., vol. 27, no. 2, pp. 148–158, 2019.
[4] M.
Fajar, M. Masyhuri, and Y. Muda, “Kecanduan Game Online pada Remaja,” J.
Educ. Res., vol. 5, no. 3, pp. 3995–4001, 2024.