JUDI ONLINE DAN PERAN PENYULUH AGAMA
OLEH:
FAWAIT SYAIFUL RAHMAN, M.H.
PENYULUH AGAMA ISLAM KUA KEC. MUNCAR
Judi online termasuk perkara yang bertentangan
dengan tujuan syariah Hifdzul Mal (Menjaga Harta) dan peraturan di
Indonesia. Agama Islam menginisiasi para pemeluknya untuk memperhatikan kehalalan
harta. Harta yang halal dan baik dapat diperoleh melalui legislasi konsep
interaksi sosial (muamalah). Tujuan Islam melegalisasi konsep interaksi
sosial (muamalah) bukan sekedar untung rugi, melainkan lebih luas lagi
yaitu tercapainya kesholehan dan keadilan secara merata yang menjauhkan dari
kesenjangan sosial-ekonomi.
Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Juz
2 Hal. 89 menyinggung masalah halal dan haram secara khusus. Beliau menyertakan
satu hadist Riwayat Ibu Mas’ud berbunyi:
طَلَبُ
الْحَلاَلِ فَرِيْضَةٌ عَلى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: mencari harta halal wajib bagi setiap muslim
Umat Islam mungkin sudah banyak yang
tahu tentang hadits di atas, bahkan banyak pula yang hafal. Namun, diantara
mereka ternyata tidak sedikit yang mencari harta dengan cara yang salah,
instan.
Al-Qur’an menyebut istilah judi
dengan al-maysir
(الْمَيْسِر) memiliki makna mudah. Alasan penamaan judi dengan al-maysir (الْمَيْسِر) karena praktik judi menjadi
alternatif dalam mendapatkan kekayaan dengan cukup mudah.[1] Larangan
Judi online sama dengan larangan praktek judi pada umumnya. Segala sesuatu yang
mengandung unsur untung-untungan dalam mengahsilkan profit atau laba termasuk
dari praktik judi.
Praktik judi baik dilakukan secara
online atau langsung memiliki banyak mudharat (kerugian). Tokoh besar Fakhruddin
Ar-Razi menyampaikan:
وَلاَ
شَكَّ أَنَّه بَعْدَ هذا يَبْقَى فَقِيرًا مِسْكينًا
Artinya: “Praktik seorang penjudi
berpotensi besar menjadi fakir dan miskin.”[2]
Sedangkan imam Abu Hayyan Al-Andalusi dalam tafsirnya mengungkapkan bahwa dampak
dari keadaan seorang yang berjudi bakal mengorbankan keluarga dan anak
keturunannya.
وَيَنْتَهِي
مِنْ سُوْءِ الصَّنِيعِ فِي ذلِكَ أَنْ يُقَامِرَ حَتى عَلى أَهْلِه وَوَلَدِه
Artinya: “Dan akhirnya, akibat dari praktik judi yang buruk, kekalahannya
akan berdampak pada keluarga dan anaknya.”[3]
Pendapat Abu Hayyan Al-Andalusi dan
Fakhruddin Ar-Razi sesuai dengan keterangan dari para ahli psikologi, bahwa berdasarkan
hasil uji dan analisis tentang praktik judi online menghasilkan temuan dapat
mengganggu mental yang bersangkutan, sulit berfikir jernih, selalu merasa
kurang, cenderung menjadi ambisius ingin menang secara terus menerus, melupakan
tanggungjawab keluarga karena terobsesi dapat untung, kurang bisa mengontrol
emosi, dan penuh amarah jika mendapat perlakuan kurang baik.[4] Selain
mengganggu kondisi psikis, perekonomian semakin tidak sehat, termasuk menjual barang-barang
rumah, dan berhutang kepada bank termasuk menjadi sasaran empuk praktik judi
online.
Menteri Koordinator Bidang Politik
dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan mengungkapkan bahwa sebanyak 8,8 juta
orang di Indonesia terlibat dalam judi online pada tahun 2024. Data yang beliau
sampaikan berdasarkan data intelijen ekonomi yang diterimanya (14/11/2024).
Menkopolkam juga menyinggung sebagian besar pemain judi online dari masyarakat
kelas bawah. "Di mana 80 persen (dari 8,8 juta pemain judi online) adalah
masyarakat bawah dan menyasar ke anak-anak muda.
Dari data di atas, seakan-akan
masalah ekonomi menjadi motif utama marak nya praktik judi online, masyarakat
menengah ke bawah gampang tergiur pada pendapatan yang lebih praktis. Padahal
Islam tidak pernah melegalkan segala praktek muamalah yang mengandung
unsur kedzaliman, seperti riba yang menindas satu pihak, praktek manipulasi (gharar)
yang merugikan, praktek spekulasi (majhul) tidak jelas, dan prakterk
perjudian (qimar). Islam justru mendorong para pemeluk nya untuk
membangun ekonomi mandiri yang didapat berdasarkan ketentuan agama, saling
ridla (taradlin) dan hati legowo.
Peran Penyuluh Agama
Praktik
judi online termasuk permasalahan kompleks ibarat akar serabut, motif dan latar
nya bermacam-macam, tidak mungkin diselesaikan secara individual, perlu
kolaborasi, integrasi, dan sinergi semua pihak dari hulu sampai hilir. Penyuluh
Agama memiliki peran penting dalam meminimalisir perjudian online, terutama di
tengah masyarakat yang terpengaruh oleh perkembangan teknologi digital. Andil
penyuluh agama dalam Pembangunan Nasional berbanding lurus dengan tugas nya
menyampaikan pesan agama kepada kelompok binaan dan masyarakat luas. Penyuluh
agama sebagai corong dari Kementerian Agama mengemban tugas mulia dalam
pengabdian membangun bangsa untuk membimbing umat taat dalam beragama. Kondisi
demikian menjadi modal utama dalam rekonstruksi umat memahami ajaran agama
secara proporsional, adil, seimbang, mengedepankan titik persamaan, dan
toleransi.
Aktivitas
Penyuluh Agama lebih banyak berbaur dengan masyarakat. Pendekatan yang
digunakan oleh penyuluh agama dalam menghadapi watak masyarakat yang bervariatif dengan personal approach,
yaitu pendekatan pribadi yang menekankan pada preferensi, pikiran, dan perasaan
individu, melihat mereka dengan pandangan kasih sayang (Ainur Rohmah).
Begitulah yang dicontohkan oleh baginda Nabi Muhamad SAW.
Penyuluh
Agama menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagai penyuluh diantaranya memberikan
penyuluhan secara rutin dan berkelanjutan kepada kelompok binaan dan masyarakat
di wilayah kecamatan. Memberikan bimbingan dan Konseling. Menjadi narasumber
Bimbingan Perkawinan. Melakukan pendampingan pengurusan sertifikat halal.
Membangun koordinasi dan sinergi lintas sektoral dan mengembangkan Penyuluhan
Pembangunan Nasional yang berkaitan dengan isu-isu strategis, termasuk game
online, judi online, dan pinjaman online.
Elemen
masyarakat sebagaimana di atas merupakan sasaran kelompok binaan penyuluh. Para
penyuluh agama dapat memberikan memberikan pemahaman kepada masyarakat
tentang pandangan agama terhadap judi online, yang pada umumnya dianggap haram
karena merugikan diri sendiri dan orang lain. Mengedukasi masyarakat tentang
dampak buruk judi online, seperti kehancuran ekonomi keluarga, hilangnya
moralitas, dan potensi kecanduan. Selain itu, penyuluh agama dapat mengorganisir
kegiatan olahraga, seni, atau budaya yang dapat menjadi alternatif hiburan bagi
masyarakat, khususnya kalangan remaja, sehingga mereka tidak tergoda untuk
berjudi, dan memberikan pelatihan keterampilan untuk meningkatkan produktivitas
masyarakat sehingga waktu dan energi mereka tidak terbuang pada hal yang
merugikan.
[1] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Surabaya: Pustaka Assalam, 2010).
[2] Fakhruddin
Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut, Daru Ihyait Turats Al-’Arabi: 1420 H], jilid
XII, halaman 424
[3] Abu Hayyan
Al-Andalusi, Al-Bahrul Muhith fi Tafsir,[Beirut, Darul Fikr : 1420 H],jilid IV,
halaman 358
[4] Nadia Maharani Santosa et al., “Dampak Sosial Dan
Psikologis Dari Perjudian Online,” Well
Being: Journal Psychology 1, no. 1 (2024): 64–73.