Selamatmu Terletak di Lisanmu!

 



Banyuwangi - (KUA Rogojampi) Era Digital harus diakui sangat berpengaruh terhadap informasi kekinian. Peristiwa dari pelosok negeri pun bisa diketahui hanya melalui media social. Bahkan kita sebagai netizen bisa merasakan apa yang orang lain rasakan meski tak saling kenal.

Seperti peristiwa yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah (20/11/2024), seorang penceramah yang sudah melalang buana di dunia perdakwahan, tengah di sorot warganet karena ucapannya yang terkesan menghina seorang penjual es teh ditengah-tengah keramaian majelis pengajiannya.

Firman Noor, peneliti utama riset politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyanyangkan dengan apa yang diucapkan oleh penceramah tersebut. Pasalnya, beliau telah diangkat sebagai utusan khusus Presiden yang seharusnya menyesuaikan jabatannya sebagai pejabat public dan tidak bisa menggunakan cara berbicara yang dulu sering digunakan di kelompoknya. (Kompas, 4/12/2024).

Setalah peristiwa tersebut viral dan banyak hujatan kepadanya, barulah permohonan maaf dinyatakan sampai mencari keberadaan penjual es tersebut. Seperti menjadi kebiasaan dan pelajaran yang sering diajarkan kepada generasi kita, ketika berbuat salah harusnya meminta maaf. ada yang langsung mengucapkan maaf, ada juga yang membutuhkan waktu untuk sekedar meminta maaf entah karena gengsi, malu atau desakan dari oang lain, bahkan ada pula yang langung menganggap bahwa tak perlu jua meminta maaf dan pergi.

Kata “Maaf” menjadi pintu awal dari sebuah penyesalan. Ada pula kata maaf merupakan kata yang sepatutnya dikatakan sebagai formalitas terhadap hubungan social saja. Seolah hanya dengan mengucapkan kata “Maaf”, persoalan selesai dan akan kembali seperti semula.

Namun kata “Maaf” sejatinya belum bentuk penyelesaian, hanya sebatas penyesalan yang harusnya dilanjutkan dengan bentuk pertanggujawaban. Jangan dikira ketika kita menendang kaki orang lain dan menyebabkan kaki orang tersebut sulit berjalan, kita hanya bilang maaf dan kita anggap semua selesai. Saya yakin anak balita pun bisa melakukannya. “Maaf” hanya langkah awal yang selanjutnya diharapkan muncul pertanggunjawaban.

Dalam ajaran agama Islam telah diajarkan bagaimana penjagaan lisan sangat ditekankan. Rasulullah SAW juga bersabda: “SALAAMATUL INSAN FII HIFDHILLISAN” yang artinya “Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan.” (H.R.al-Bukhori).

Tidak heran jika ketajaman lisan seseorang bisa menjadi boomerang bagi dirinya sendiri di era digital ini. Perwujudannya bisa melalui aktivitas yang dipublikasikan, status dan komentar yang ditulis. Pentingnya menjaga lisan, karena lisan diibaratkan pisau yang jika salah penggunaannya akan melukai orang lain.

 

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama