Menjalani
hidup di dunia dengan berpegang teguh pada ketaqwaan tentu mengarahkan kita
untuk berjalan menggunakan dua mata, yaitu mata dunia dan mata akhirat. Mata
dunia digunakan untuk melihat kebutuhan hidup dan mencari aktivitas duniawi
sebagai bentuk syukur menjemput rezeki yang telah dibagi oleh Allah untuk
menyambung hidup di dunia. Namun, tak sepenuhnya hidup kita hanya untuk itu.
Kita juga memiliki kepentingan akhirat yang jauh lebih penting. Jika kehidupan
duniawi yang kita cari sekadar untuk bertahan hidup, kehidupan akhirat sudah
selayaknya dijadikan tujuan masa depan. Sebab masa depan yang sesungguhnya
harus kita kejar adalah masa depan ukhrawi. Oleh karena itu, hidup juga harus
menggunakan mata akhirat, yakni menjalankan kewajiban kepada Sang Maha Pencipta
dengan kesungguhan dan ketaqwaan penuh.
Namun, tak
banyak orang yang mengetahui tolok ukur taqwa yang dapat kita kenali pada diri
seseorang, bahkan pada diri kita sendiri. Untuk itu, KH. Misbah bin Zainul
Musthofa menjelaskan tolok ukur taqwa pada diri seseorang melalui karyanya,
kitab Masailunnisa’, dengan merujuk pada ayat Al-Qur’an Q.S. Al-Baqarah
ayat 3. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
(Q.S. Al-Baqarah: 3)
Pada ayat
tersebut, Allah menggambarkan ukuran ketaqwaan yang tertanam pada diri
seseorang dapat dilihat dari tiga hal berikut ini:
- Keimanan dan kepercayaan pada
kehidupan akhirat, serta setiap kejadian yang akan terjadi di
sana, seperti adanya surga, neraka, perhitungan amal baik dan buruk
seseorang selama hidup di dunia, hingga pengadilannya Allah.
- Menjalankan salat sesuai dengan tuntunan syarat
dan rukunnya.
- Memberikan sebagian harta
bendanya kepada orang lain yang lebih membutuhkan.
Selain
ketiga hal tersebut, ukuran ketaqwaan seseorang juga dapat diketahui dari
kemauannya mengambil manfaat dari petunjuk Al-Qur’an. Apabila seseorang tidak
berpedoman pada petunjuk Al-Qur’an, jelas ia belum dapat disebut taqwa. Muslim
yang memiliki sifat semacam ini tentu tidak sedikit jumlahnya. Apa sebabnya?
Karena tindakan yang menjadi tolok ukur ketaqwaan seseorang sebagaimana
disebutkan di atas belum tertanam pada dirinya sebagaimana mestinya.
Maka dari
itu, umat muslim harus dapat menerapkan ketiga hal tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Keimanan, salat, dan berbagi kepada orang lain dapat meningkatkan
nilai ketaqwaan pada diri seseorang siapa pun itu.
Iman yang
tertanam pada diri seseorang akan mendorongnya untuk bertingkah sebagaimana
disyariatkan Islam. Iman kepada surga Allah akan menggerakkan hati dan
perilakunya untuk melaksanakan tindakan yang dapat menjadi poin positif baginya
sebagai bekal memasuki surga Allah. Dengan menjalankan ibadah sebagaimana
tuntunan Allah, ia pun berharap Allah meridhainya memasuki surga-Nya.
Masalah
salat itu bukan hal sepele. Jika umumnya orang salat hanya untuk menggugurkan
kewajibannya sebagai seorang muslim, untuk meningkatkan ketaqwaan, kita perlu
salat yang juga memperhatikan adab dan tata kramanya, baik secara lahir maupun
batin. Melaksanakan ibadah salat tak cukup dengan menyelesaikan syarat dan
rukunnya saja, tetapi juga sesuai dengan tata krama salat. Sebab yang dihadapi
dalam salat itu adalah Allah Yang Maha Agung, yang menciptakan kita dan
menganugerahkan nikmat yang tak terhitung.
Lantas,
bagaimana cara memenuhi tata krama batin saat melaksanakan salat? Ketika
berniat salat, kita harus khusyuk menghadap kepada Allah. Rasakan seolah-olah
kita melihat Allah di hadapan kita. Jika tidak mampu, laksanakanlah salat
dengan merasakan bahwa Allah sedang melihat kita, mengamati gerakan salat kita,
dan menyimak bacaan salat kita. Dengan demikian, batin dan pikiran tidak mudah
melayang memikirkan urusan duniawi dan lainnya.
Selanjutnya
adalah infak, yaitu memberikan sebagian harta kita kepada orang lain yang lebih
membutuhkan. Infak dalam hal ini berarti membelanjakan harta kita untuk
diberikan kepada orang lain semata-mata demi meraih ridha Allah. Infak
bertujuan menghilangkan sifat bakhil, dengan keyakinan penuh bahwa setiap
rezeki dan harta kita adalah milik Allah. Harta yang kita pegang hanyalah
amanah dari Allah; kita dipercaya untuk mengelolanya dengan baik.
Setelah
mengetahui ketiga hal yang menjadi tolok ukur ketaqwaan seseorang sekaligus
ketiga hal tersebut dapat meningkatkan nilai taqwa pada diri seseorang, sudah
saatnya kita mengubah cara hidup sesuai dengan perintah Allah serta mengamalkan
petunjuk yang ada pada kitab suci Al-Qur’an. Harapannya, dengan ketaqwaan yang
sungguh-sungguh, hidup dan setiap tingkah laku kita menjadi lebih terarah.