Tolok Ukur Taqwa Perspektif Kitab Masailunnisa’ Karya KH. Misbah bin Zainul Musthofa


 

Menjalani hidup di dunia dengan berpegang teguh pada ketaqwaan tentu mengarahkan kita untuk berjalan menggunakan dua mata, yaitu mata dunia dan mata akhirat. Mata dunia digunakan untuk melihat kebutuhan hidup dan mencari aktivitas duniawi sebagai bentuk syukur menjemput rezeki yang telah dibagi oleh Allah untuk menyambung hidup di dunia. Namun, tak sepenuhnya hidup kita hanya untuk itu. Kita juga memiliki kepentingan akhirat yang jauh lebih penting. Jika kehidupan duniawi yang kita cari sekadar untuk bertahan hidup, kehidupan akhirat sudah selayaknya dijadikan tujuan masa depan. Sebab masa depan yang sesungguhnya harus kita kejar adalah masa depan ukhrawi. Oleh karena itu, hidup juga harus menggunakan mata akhirat, yakni menjalankan kewajiban kepada Sang Maha Pencipta dengan kesungguhan dan ketaqwaan penuh.

Namun, tak banyak orang yang mengetahui tolok ukur taqwa yang dapat kita kenali pada diri seseorang, bahkan pada diri kita sendiri. Untuk itu, KH. Misbah bin Zainul Musthofa menjelaskan tolok ukur taqwa pada diri seseorang melalui karyanya, kitab Masailunnisa’, dengan merujuk pada ayat Al-Qur’an Q.S. Al-Baqarah ayat 3. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۙ
(yaitu) orang-orang yang beriman kepada yang gaib, menegakkan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.

(Q.S. Al-Baqarah: 3)

Pada ayat tersebut, Allah menggambarkan ukuran ketaqwaan yang tertanam pada diri seseorang dapat dilihat dari tiga hal berikut ini:

  1. Keimanan dan kepercayaan pada kehidupan akhirat, serta setiap kejadian yang akan terjadi di sana, seperti adanya surga, neraka, perhitungan amal baik dan buruk seseorang selama hidup di dunia, hingga pengadilannya Allah.
  2. Menjalankan salat sesuai dengan tuntunan syarat dan rukunnya.
  3. Memberikan sebagian harta bendanya kepada orang lain yang lebih membutuhkan.

Selain ketiga hal tersebut, ukuran ketaqwaan seseorang juga dapat diketahui dari kemauannya mengambil manfaat dari petunjuk Al-Qur’an. Apabila seseorang tidak berpedoman pada petunjuk Al-Qur’an, jelas ia belum dapat disebut taqwa. Muslim yang memiliki sifat semacam ini tentu tidak sedikit jumlahnya. Apa sebabnya? Karena tindakan yang menjadi tolok ukur ketaqwaan seseorang sebagaimana disebutkan di atas belum tertanam pada dirinya sebagaimana mestinya.

Maka dari itu, umat muslim harus dapat menerapkan ketiga hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Keimanan, salat, dan berbagi kepada orang lain dapat meningkatkan nilai ketaqwaan pada diri seseorang siapa pun itu.

Iman yang tertanam pada diri seseorang akan mendorongnya untuk bertingkah sebagaimana disyariatkan Islam. Iman kepada surga Allah akan menggerakkan hati dan perilakunya untuk melaksanakan tindakan yang dapat menjadi poin positif baginya sebagai bekal memasuki surga Allah. Dengan menjalankan ibadah sebagaimana tuntunan Allah, ia pun berharap Allah meridhainya memasuki surga-Nya.

Masalah salat itu bukan hal sepele. Jika umumnya orang salat hanya untuk menggugurkan kewajibannya sebagai seorang muslim, untuk meningkatkan ketaqwaan, kita perlu salat yang juga memperhatikan adab dan tata kramanya, baik secara lahir maupun batin. Melaksanakan ibadah salat tak cukup dengan menyelesaikan syarat dan rukunnya saja, tetapi juga sesuai dengan tata krama salat. Sebab yang dihadapi dalam salat itu adalah Allah Yang Maha Agung, yang menciptakan kita dan menganugerahkan nikmat yang tak terhitung.

Lantas, bagaimana cara memenuhi tata krama batin saat melaksanakan salat? Ketika berniat salat, kita harus khusyuk menghadap kepada Allah. Rasakan seolah-olah kita melihat Allah di hadapan kita. Jika tidak mampu, laksanakanlah salat dengan merasakan bahwa Allah sedang melihat kita, mengamati gerakan salat kita, dan menyimak bacaan salat kita. Dengan demikian, batin dan pikiran tidak mudah melayang memikirkan urusan duniawi dan lainnya.

Selanjutnya adalah infak, yaitu memberikan sebagian harta kita kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Infak dalam hal ini berarti membelanjakan harta kita untuk diberikan kepada orang lain semata-mata demi meraih ridha Allah. Infak bertujuan menghilangkan sifat bakhil, dengan keyakinan penuh bahwa setiap rezeki dan harta kita adalah milik Allah. Harta yang kita pegang hanyalah amanah dari Allah; kita dipercaya untuk mengelolanya dengan baik.

Setelah mengetahui ketiga hal yang menjadi tolok ukur ketaqwaan seseorang sekaligus ketiga hal tersebut dapat meningkatkan nilai taqwa pada diri seseorang, sudah saatnya kita mengubah cara hidup sesuai dengan perintah Allah serta mengamalkan petunjuk yang ada pada kitab suci Al-Qur’an. Harapannya, dengan ketaqwaan yang sungguh-sungguh, hidup dan setiap tingkah laku kita menjadi lebih terarah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama