Istiqomah dan Kehati-hatian: Kunci Menuju Hidup yang Berkah
Oleh: Chaironi Hidayat
Ada ungkapan bijak yang mengatakan bahwa istiqomah akan membawa seseorang pada kemuliaan. Konsistensi dalam melakukan kebaikan tidak hanya membentuk karakter seseorang, tetapi juga membangun kepercayaan di mata orang lain. Seorang siswa yang rajin hadir ke sekolah, misalnya, jika suatu hari absen tanpa keterangan, gurunya akan lebih cenderung menganggapnya sakit dibandingkan bolos. Begitu pula dalam dunia kerja, seorang pegawai yang selalu disiplin akan mendapat dukungan dari rekan-rekannya ketika suatu saat mengalami kendala.
Dalam ajaran Islam, istiqomah bukan sekadar kebiasaan, tetapi bagian dari prinsip hidup yang mendatangkan keberkahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda tentang pentingnya memahami batasan halal, haram, dan perkara syubhat. Hal yang halal jelas hukumnya, begitu pula yang haram. Namun, di antara keduanya terdapat area abu-abu yang disebut syubhat, di mana tidak semua orang memahami statusnya. Rasulullah mengingatkan bahwa siapa yang menjauhi syubhat, maka ia telah menjaga agama dan kehormatannya. Sebaliknya, siapa yang terbiasa bermain di ranah syubhat, maka ia bisa tergelincir dalam keharaman.
Menjaga Kehati-hatian dalam Rezeki
Salah satu bentuk kehati-hatian yang dianjurkan adalah memastikan bahwa rezeki yang diperoleh berasal dari sumber yang halal. Para ulama terdahulu sangat teliti dalam hal ini. Mereka bahkan mempertanyakan asal-usul makanan yang mereka terima untuk memastikan tidak ada unsur haram di dalamnya.
Namun, sikap kehati-hatian tidak boleh berlebihan hingga menimbulkan was-was. Dalam konteks modern, gaji pegawai negeri atau honorer, misalnya, berasal dari pajak yang dikumpulkan oleh negara. Sebagian pajak mungkin bersumber dari usaha yang tidak sepenuhnya sesuai syariat, seperti hotel atau tempat hiburan malam. Lalu, apakah gaji pegawai yang berasal dari dana APBN menjadi haram?
Para ulama menjelaskan bahwa dalam sistem keuangan negara, pajak dikelola secara kolektif dan tidak langsung terkait dengan individu. Selama seseorang menjalankan pekerjaannya dengan halal, maka rezekinya tetap halal. Ini menunjukkan bahwa kehati-hatian tetap diperlukan, tetapi tidak boleh sampai menghambat kehidupan.
Profesionalisme dan Integritas dalam Bekerja
Selain dalam hal rezeki, sikap istiqomah juga harus diterapkan dalam dunia kerja. Seorang pegawai yang selalu hadir tepat waktu dan menjalankan tugasnya dengan baik akan mendapatkan kepercayaan dari atasan dan rekan kerja. Sayangnya, ada sebagian orang yang mencari celah untuk menghindari tanggung jawab, misalnya dengan memanipulasi absensi.
Perilaku seperti ini berbahaya, karena bisa menjadi kebiasaan yang merusak nilai-nilai integritas. Rasulullah mengibaratkan orang yang bermain-main dengan perkara syubhat seperti seorang penggembala yang menggembalakan kambing di dekat tanah milik orang lain. Jika dibiarkan, kambing itu bisa saja memasuki tanah tersebut dan merugikan pemiliknya. Begitu pula dengan kebiasaan kecil yang menyimpang, jika terus dibiarkan, maka akan mengarah pada tindakan yang lebih besar dan berisiko.
Menjaga Hati, Menjaga Keberkahan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda bahwa di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, yaitu hati. Jika hati itu baik, maka seluruh tubuh akan baik. Sebaliknya, jika hati rusak, maka seluruh tubuh juga akan rusak.
Ini menunjukkan bahwa segala tindakan seseorang bersumber dari kondisi hatinya. Jika hati dipenuhi ketakwaan dan keikhlasan, maka seseorang akan berusaha menjalani hidup dengan jujur dan penuh tanggung jawab. Sebaliknya, jika hati dikuasai oleh kelalaian dan ketamakan, maka seseorang akan cenderung mencari jalan pintas, meskipun melanggar aturan.
Oleh karena itu, menjaga kebersihan hati menjadi kunci utama dalam menjalani hidup yang penuh keberkahan. Dengan selalu memohon petunjuk kepada Allah, berusaha istiqomah dalam menjalankan kebaikan, serta menjauhi perkara yang meragukan, seseorang akan berada di jalur yang benar.
Kesimpulan
Istiqomah dan kehati-hatian adalah dua hal yang saling berkaitan dalam menjalani kehidupan yang berkah. Seorang muslim yang ingin hidupnya bermakna harus senantiasa:
- Konsisten dalam menjalankan kebaikan dan menjauhi keburukan.
- Berhati-hati dalam memilih rezeki, tanpa jatuh dalam sikap was-was yang berlebihan.
- Menjunjung tinggi profesionalisme dan integritas dalam bekerja.
- Menjaga hati agar tetap bersih dari sifat malas dan tamak.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, seseorang akan menjalani hidup yang lebih tenang dan bermakna. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:
"Sesungguhnya orang-orang yang berkata: 'Tuhan kami adalah Allah,' kemudian mereka istiqomah, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), 'Janganlah kalian takut dan janganlah bersedih; dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepada kalian.'" (QS. Fussilat: 30)
Semoga kita semua dapat menjadi pribadi yang istiqomah dan senantiasa menjaga kehati-hatian dalam hidup. Aamiin.