Tuhan dan Makanan Halal

 Tuhan dan Makanan Halal

Oleh: Chaironi Hidayat

Makanan halal bukan hanya sekadar aturan agama, tetapi juga berkaitan erat dengan kualitas ibadah dan terkabulnya doa. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

"Sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik."

Hadis ini menegaskan bahwa Allah hanya menerima sesuatu yang baik, baik dalam bentuk sedekah, amal, maupun doa. Artinya, jika kita ingin doa kita dikabulkan, maka kita harus memastikan bahwa segala sesuatu yang kita konsumsi dan gunakan berasal dari sumber yang baik dan halal.

Makanan halal bukan hanya berarti makanan yang tidak mengandung unsur haram seperti babi atau alkohol, tetapi juga mencakup bagaimana makanan itu diperoleh. Jika makanan yang kita makan berasal dari hasil riba, korupsi, atau penipuan, maka makanan tersebut menjadi tidak baik dan berpotensi menghalangi terkabulnya doa.

Dalam hadis selanjutnya, Rasulullah SAW menggambarkan seorang laki-laki yang sedang bepergian jauh, dalam keadaan lelah, rambutnya kusut, tubuhnya berdebu, dan ia mengangkat tangan berdoa kepada Allah. Namun, karena makanan, minuman, pakaian, dan sumber penghidupannya berasal dari yang haram, maka Rasulullah SAW bersabda:

"Bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?" (HR. Muslim)

Hadis ini menjelaskan bahwa kondisi fisik seseorang yang letih dan dalam perjalanan jauh sebenarnya merupakan salah satu faktor yang bisa membuat doa lebih mustajab. Namun, jika makanan yang dikonsumsinya berasal dari sesuatu yang haram, maka doanya terhalang. 

Selain aspek hukum, makanan juga memengaruhi kondisi hati dan spiritual seseorang. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, yang jika baik maka baik pula seluruh tubuhnya, dan jika buruk maka buruk pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu adalah hati.

Hati yang bersih dan baik akan memancarkan energi atau frekuensi yang positif. Sebaliknya, hati yang kotor karena makanan haram atau perilaku buruk akan memancarkan frekuensi negatif yang bisa menarik orang-orang dengan frekuensi serupa. Tidak heran jika seseorang yang suka bergunjing lebih cenderung berteman dengan orang yang suka bergunjing, atau seseorang yang suka kejahatan akan lebih dekat dengan orang-orang yang juga berbuat jahat.

Ini mirip dengan konsep magnet, di mana benda dengan muatan serupa akan saling tarik-menarik. Oleh karena itu, menjaga hati tetap bersih dengan mengonsumsi makanan halal bukan hanya menjaga hubungan kita dengan Allah, tetapi juga memengaruhi kualitas interaksi sosial kita.

Dalam tradisi Islam maupun kebudayaan lain, pernapasan sering dikaitkan dengan energi dalam tubuh. Dalam kisah Shaolin misalnya, para biksu mampu bertahan dalam kondisi ekstrem tanpa makan atau minum dengan mengandalkan teknik pernapasan tertentu.

Dalam Islam, praktik seperti ini dapat ditemukan dalam dzikir dan doa. Ketika seseorang benar-benar fokus dalam doa dan dzikirnya, ia bisa merasakan kedekatan dengan Allah dan mengalami ketenangan yang luar biasa. Bahkan dalam sufi, teknik pernapasan yang benar digunakan untuk membantu konsentrasi dalam ibadah.

Makanan halal juga memiliki kaitan dengan energi tubuh. Jika kita mengonsumsi makanan yang baik dan halal, tubuh kita lebih mudah mencapai kondisi optimal untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Sebaliknya, makanan haram bisa menyebabkan kekacauan dalam energi tubuh dan spiritual seseorang.



Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa doa orang yang terzalimi akan dikabulkan oleh Allah tanpa hijab atau penghalang.

Dalam konteks ini, orang yang sedang dalam keadaan sulit, seperti kelelahan karena bekerja keras mencari rezeki halal, lebih berpotensi mendapatkan pertolongan Allah. Mengapa demikian? Karena Allah mencintai orang-orang yang lemah dan bersandar penuh kepada-Nya.

Ketika seseorang dalam kondisi lemah, ia akan lebih tulus dan bersungguh-sungguh dalam doanya. Ia tidak memiliki harapan lain kecuali kepada Allah. Inilah yang membuat doanya lebih mustajab.

Sebaliknya, jika seseorang merasa masih memiliki banyak cadangan atau masih mengandalkan kekuatan dirinya sendiri, maka ia tidak akan merasakan kebutuhan mendesak untuk berdoa. Oleh karena itu, dalam berdoa, kita dianjurkan untuk merendahkan diri dan merasa bahwa kita tidak memiliki kekuatan selain Allah.

Agar doa lebih mudah dikabulkan, ada beberapa adab yang dianjurkan dalam Islam:

  1. Memuji Allah Terlebih Dahulu
    Sebelum meminta sesuatu, kita dianjurkan untuk memuji Allah dengan kalimat seperti Alhamdulillah atau Subhanallah.

  2. Membaca Shalawat kepada Rasulullah
    Rasulullah SAW adalah makhluk yang paling dicintai Allah. Dengan membaca shalawat sebelum berdoa, kita sedang memuji sosok yang sangat dicintai-Nya, yang bisa menjadi sebab doa kita lebih mudah dikabulkan.

  3. Merendahkan Diri dan Mengakui Kelemahan
    Ketika berdoa, kita harus merasa bahwa kita benar-benar membutuhkan pertolongan Allah. Kita harus menunjukkan ketergantungan total kepada-Nya, seperti seorang fakir yang meminta bantuan.

  4. Menghindari Makanan dan Harta Haram
    Jika seseorang ingin doanya dikabulkan, maka ia harus memastikan bahwa apa yang ia makan dan gunakan berasal dari sumber yang halal.

  5. Berdoa dengan Khusyuk dan Tidak Terburu-buru
    Doa yang dilakukan dengan penuh kesungguhan lebih berpeluang dikabulkan daripada doa yang hanya diucapkan sekadarnya.


Makanan halal bukan hanya soal hukum fiqih, tetapi juga berkaitan erat dengan spiritualitas, kondisi hati, dan mustajabnya doa. Allah Maha Baik dan hanya menerima sesuatu yang baik. Jika kita ingin doa-doa kita dikabulkan, maka kita harus memastikan bahwa makanan yang kita konsumsi berasal dari sumber yang halal dan baik.

Selain itu, kita juga harus menjaga hati tetap bersih, karena hati yang baik akan memancarkan energi positif dan menarik keberkahan dalam hidup. Doa yang dilakukan dengan penuh keikhlasan dan dalam kondisi lemah lebih berpotensi dikabulkan oleh Allah.

Oleh karena itu, mari kita lebih berhati-hati dalam memilih makanan dan sumber penghidupan kita, agar segala amal dan doa kita diterima oleh Allah SWT. 

Wallahu a’lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama